JAKARTA. Belakangan ini, industri kripto di Tanah Air lesu. Kondisi ini terjadi seiring tertekannya harga aset kripto. Akibatnya, transaksi aset kripto juga meluncur bebas.
Data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menunjukkan, di sepanjang Januari hingga Juni 2022, total transaksi aset kripto baru sebesar Rp 212 triliun. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah transaksi kripto menembus Rp 859,4 triliun.
Meski transaksi merosot, kontribusi kripto terhadap pendapatan negara tak bisa dipandang sebelah mata. Sejak transaksi aset kripto dikenakan tarif pajak, industri ini telah memberikan sumbangsih cukup signifikan. Baru berjalan satu bulan, industri kripto telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 48 miliar.
Cuma, beberapa kebijakan pemerintah dalam mendukung perkembangan industri kripto domestik, justru tidak jelas. Sebut saja, misalnya, wacana besar pemerintah untuk menghadirkan bursa kripto. Tujuannya, menyelaraskan dan mencatat seluruh transaksi para pedagang fisik kripto, hingga memberikan perlindungan dan keamanan bagi para nasabah.
Sayangnya, nasib bursa kripto Indonesia justru terkatung-terkatung. Semula, pemerintah menjadwalkan bursa siap diluncurkan pada akhir kuartal I-2022. Tapi, hinga kini bursa kripto yang ditunggu belum jua hadir.
Seolah pasrah, pemerintah tak berani lagi memberi kepastian, dan hanya berharap bursa dapat diluncurkan pada tahun ini. Padahal, Digital Futures Exchange (DFX), yang bakal menjadi bursa kripto, mengaku sudah siap untuk beroperasi.
Tirta Karma Senjaya, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Berjangka dan Komoditi Bappebti memastikan, pemerintah akan terus berupaya mengembangkan ekosistem aset kripto. “Langkah pertama mengamankan transaksi kripto di pasar dalam negeri adalah mendorong fungsi kliring dan kustodi dahulu, ujar Tirta kepada Kontan, Rabu (3/8).
Keberadaan kliring dan kustodian tak kalah penting. Sebab, hal itu berguna untuk memastikan dana dan aset kripto para investor agar terjamin ke depannya. Saat ini sudah ada lembaga yang mendaftarkan diri sebagai kliring dan kustodian sesuai ketentuan Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021.
Tirta menambahkan, saat ini pihaknya masih melakukan verifikasi dan penilaian terhadap calon kliring dan kustodian tersebut. Pasalnya, keduanya nantinya akan terintegrasi dengan bursa kripto.
Tirta optimistis, dengan jumlah penduduk indonesia yang besar dan mayoritas demografi di usia 40 tahun ke bawah, membuat potensi aset kripto menjanjikan. “Karena itu, pemerintah masih akan terus mengembangkan ekosistem tersebut,” jelas Tirta.
Nailul Huda, Peneliti Institute for Development of Economics & Finance (Indef) menilai, keberadaan bursa kripto memang menjadi langkah paling krusial yang harus segera dieksekusi pemerintah. Ia berharap bursa kripto dapat segera diluncurkan karena akan jadi penopang utama pertumbuhan investasi dan ekosistem aset kripto.
Christopher Tahir, Co-founder CryptoWatch menambahkan, selain pembentukan bursa kripto, hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah meresmikan central bank digital currency, yang sudah digodok Bank Indonesia. Pasalnya, hal ini akan memberikan dampak positif secara langsung terhadap ekosistem aset kripto.
Sumber : Harian Kontan Kamis 04 Agustus 2022 hal 4
Leave a Reply