Tak Ada Program Baru, Target Pajak 2023 Melandai

JAKARTA. Penerimaan pajak pada tahun depan lebih landai. Pemerintah berharap pada perbaikan ekonomi, implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi dan Peraturan Perpajakan (HPP) serta harga komoditas untuk memenuhi target pajak di tahun depan.

Berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023, pemerintah menargetkan penerimaan pajak Rp 1.715,1 triliun. Angka ini hanya tumbuh 6,7% dari outlook APBN 2022 Rp 1.608,1 triliun.

Target ini jauh di bawah pertumbuhan tahun ini sebesar 25,8% year on year (yoy). Maklum tahun ini ada Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty dan berkah kenaikan harga komoditas. Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan objek pajak baru seperti transaksi kripto, dan PPN dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) tak begitu besar sumbangannya.

Hitungan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, harga komoditas 2022 menambah penerimaan pajak Rp 279,8 triliun. Karena itu tahun depan, pajak dari komoditas bisa menambah penerimaan pajak sebesar Rp 211 triliun.

“Namun, bisa saja ini tidak terulang lagi karena harga komoditas mulai kembali normal ,” katanya, Selasa (16/8).

Tahun depan tambahan penerimaan pajak terbesar dari; Pertama pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak atas penjualan barang mewah (PPnBM) yakni Rp 59,4 triliun dari outlook tahun ini atau 8,73% menjadi Rp 740 triliun.

Seperti kita tahu tahun ini tarif PPN naik dari semula 10% menjadi 11%. Seiring dengan itu ada kenaikan konsumsi masyarakat sehingga setoran PPN ikut naik.

Kedua, dari pajak penghasilan (PPh) nonmigas, naik 43,2 triliun atau tumbuh 5,2% menjadi Rp 873,6 triliun. PPh nonmigas ini mengandalkan pada harapan ekonomi dalam negeri tumbuh sehinga perusahaan mencetak laba.

Ketiga, daripajak bumi dan bangunan (PBB) yang dipungut pemerintah pusat, ditargetkan naik 49,8% atau setara Rp 10,4 triliun menjadi Rp 31,3 triliun. Kenaikan yang signifikan ini bukan karena kenaikan tarif PPB. Melainkan tingginya setoran PBB migas.

“Basis perhitungannya adalah ICP 2022. Sehingga angkanya PBB menjadi besar,” kata Yon Arsal, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Rabu (17/8).

Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan Ajib Hamdani menilai, target penerimaan pajak 2023 masih bisa tercapai. Sebab dari kenaikan tarif PPN saja bisa mendongkrak penambahan penerimaan. Ditambah lagi bila pemerintah melakukan ekstensifikasi dengan menerapkan pajak karbon.

Karena itulah Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, target pajak 2023 cukup realistis. Namun ada risiko penghasilan perusahaan turun akibat kenaikan biaya utang karena kenaikan bunga akibat kebijakan moneter ketat oleh bank sentral yang berlangsung di berbagai negara terutama negara maju.

Selain itu ada risiko stagflasi akibat inflasi tinggi sehingga permintaan global mengalami penurunan. Hal ini seiring prediksi resesi global yang akan terjadi tahun depan. Dampak resesi global ini juga membawa risiko harga komoditas ikut turun.

Sumber : Harian Kontan Kamis 18 Agustus 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only