JAKARTA. Kemampuan Indonesia untuk menggali potensi penerimaan pajak masih rendah. Hal ini tergambar dari rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio pada tahun 2023 diperkirakan lebih landai dibandingkan dengan tahun 2022.
Dari paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tax ratio pada tahun depan diperkirakan hanya sebesar 8,17% dari PDB 2023. Proyeksi ini lebih rendah dari outlook tax ratio tahun 2022 ini yang bisa mencapai 8,35% dari PDB 2022 yang kebetulan naik karena adanya tambahan penerimaan pajak dari program pengampunan pajak atau tax amnesty II.
Bendaharawan negara menjelaskan penurunan target tax ratio tahun depan dikarenakan penerimaan pajak di periode ini kemungkinan tidak ada lagi merasakan berkah dari manisnya lonjakan harga komoditas sumber daya alam seperti yang sudah terjadi dua tahun terakhir ini.
Kondisi penerimaan 2023 berbeda dengan pajak tahun 2022. Pemerintah, kata Sri Mulyani mendapatkan windfall profit penerimaan pajak dari lonjakan harga komoditas. Ini juga masih ditambah dari adanya program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty yang membuat tax ratio naik. “Nah pada tahun 2023, ada normalisasi tax ratio,” jelas Sri Mulyani saat menjawab pertanyaan awak media, Selasa (16/8).
Meskipun tax ratio menurun, target penerimaan pajak tahun depan secara nominal masih lebih tinggi dari outlook tahun ini. Sri Mulyani mematok, penerimaan pajak pada tahun 2023 bisa mencapai Rp 1.715,1 triliun atau naik 6,7% dari outlook penerimaan pajak tahun 2022 yang sebesar Rp 1.608,1 triliun.
Mencapai target
Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat lebih rendahnya tax ratio tahun depan menunjukkan pemerintah lebih realistis dalam menilik kondisi pertumbuhan ekonomi ke depan.
Menurut bacaan Fajry, pemerintah sedang waspada terhadap potensi ekonomi tahun depan yang lebih rendah dari tahun ini. Kondisi tersebut bisa terjadi karena mulai dari potensi inflasi yang tinggi, kemudian kelangkaan kebutuhan pokok dalam negeri, hingga penurunan harga komoditas. “Karena biasanya tax ratio turun ketika kondisi perekonomian kontraksi,” tutur Fajry, Kamis (18/8).
Meski begitu target penerimaan pajak yang dipatok pemerintah di 2023 yang lebih tinggi dari tahun ini sudah rasional dan terukur. Namun untuk bisa mencapai target tersebut dan supaya tax ratio bisa terdongkrak ia menyarankan pemerintah menyiapkan beberapa langkah.
Pertama, mengoptimalkan data pajak lewat automatic exchange of information (AEoI). Kedua, Dirjen Pajak harus tetap meningkatkan kepatuhan wajib pajak meski sudah tidak ada lagi program tax amnesty. Ketiga, memperluas lagi basis pajak unruk mengoptimalkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan keempat otoritas pajak harus melakukan reformasi di bidang administrasi dan organisasi.
Sedangkan Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto berharap pemerintah terus menjaga daya beli masyarakat. Ia khawatir laju inflasi bisa membuat daya beli masyarakat menjadi loyo dan membuat penerimaan pajak yang erat kaitannya dengan daya beli masyarakat yakni pajak pertambahan nilai (PPN) bisa tergerus.
Maka supaya daya beli terjaga ia harap pemerintah memberikan bantuan langsung tunai, subsidi serta pemberian fasilitas pajak.
Sumber : Harian Kontan Jumat 19 Agustus 2022 hal 2
Leave a Reply