Apindo: Pemberian Bantuan Sosial Berdampak Minim Terhadap Penurunan Inflasi

JAKARTA, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan, pemberian bantuan sosial sebagai wujud pengalihan subsidi hanya berfungsi untuk menjaga daya beli masyarakat namun berdampak minim terhadap inflasi.

Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, walaupun saat terjadi kenaikan BBM sudah ada pemberian bantuan sosial nantinya, secara esensi bansos dan subsidi seperti subsidi upah serta subsidi transportasi sifatnya lebih untuk menjaga daya beli masyarakat dan menciptakan social safety net agar tidak terjadi kondisi kemiskinan ekstrem di masyarakat.

Menurut Shinta, kenaikan inflasi tidak akan terpengaruh dari program bansos dari pengalihan susbidi BBM tersebut sebab subsidi tersebut secara esensi tidak menurunkan demand atau menambah supply barang atau jasa di pasar. Sehingga efeknya terhadap penekanan inflasi bisa dibilang sangat minim.

“Kalau mau dilakukan intervensi terhadap inflasi, sebaiknya pemerintah melakukan operasi pasar yg bertujuan untuk memastikan kecukupan supply, efisiensi/kelancaran distribusi, serta mengawasi agar tidak ada kecurangan di pasar yang sifatnya mendistorsi atau memanipulasi harga pasar,” kata Shinta saat dihubungi Investor Daily, belum lama ini.

Shinta berharap, agar pemerintah tidak hanya memberikan bantuan sosial namun juga memberikan stimulus yang bersifat produktif agar bisa mendorong produktivitas ekonomi yang lebih tinggi terhadap pelaku usaha sektor riil. Misalnya stimulus kredit usaha yang lebih affordable, stimulus restrukturisasi kredit, baik sebagai buffer maupun sebagai instrumen menciptakan confidence untuk melakukan ekspansi pinjaman usaha, percepatan realisasi stimulus pajak dalam rangka investasi, percepatan restitusi pajak, fasilitasi logistik ekspor atau impor, serta simplifikasi atau pemberian kredit ekspor yang affordable.

Sejumlah stimulus tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat meringankan beban operasional usaha dan meminimalisir risiko pelaku usaha ketika terjadi kegagalan dalam upaya ekspansi usaha. “Bisa juga dilakukan dengan percepatan realisasi pembangunan infrastruktur atau perluasan akses pasar atau insentif investasi bagi pelaku usaha asing di Indonesia ntk mengstimulasi kinerja ekonomi sektor riil,” ungkap Shinta.

Shinta memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik pada kuartal III dan IV 2022 akan melandai atau malah stagnan. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi masih bisa lebih dari 5% secara year on year hingga akhir tahun. Dengan catatan pemerintah bisa menggenjot kinerja ekonomi pada kuartal IV-2022.

“Tetapi secara keseluruhan target pertumbuhan di atas 5% di akhir tahun akan butuh kerja keras ekstra dari pemerintah. Pada saat yang sama juga perlu dukungan stimulus lain di luar stimulus non-kebijakan, seperti momentum presidensi G20 atau momentum konsumsi akhir tahun agar target pertumbuhan yg ditetapkan pemerintah bisa tercapai,” kata Shinta.

Sebelumnya Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan bobot solar terhadap pembentukan inflasi hanya sebesar 0,13%. Sedangkan bobot seluruh bbm termasuk pertalite, pertamax dan BBM lainnya sebesar 3,78%. Hal ini menunjukan bahwa bobo pertalite bobotnya kurang dari 3%. Data-data tersebut menunjukan bahwa dampak langsung kenaikan tiga jenis BBM yaitu pertalite, solar dan pertamax) berada di kisaran 1,1% sampai dengan 1,3% terhadap inflasi pada bulan September 2022.

“Ditambah dengan dampak tidak langsung dan dikurangi dengan penurunan harga pertamax turbo dan dex maka inflasi September 2022 akan naik menjadi pada kisaran 6%,” ucap Iskandar.

Editor : Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)

Sumber : Investor Daily

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only