Mengukur Tangan Besi Menghindari Resesi

Jakarta,

Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan resesi ekonomi global bisa terjadi pada tahun depan. Resesi dipicu oleh moneter ketat karena kebijakan menaikkan suku bunga acuan sejumlah bank sentral di dunia.

Kebijakan suku bunga tinggi untuk memerangi lonjakan inflasi dipastikan akan menahan pemulihan ekonomi.

“Kenaikan suku bunga cukup ekstrem bersama-sama, maka dunia pasti resesi pada 2023,” ujar Ani, sapaan akrabnya, dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (26/9) lalu.

Kenaikan suku bunga acuan akan membuat bunga kredit semakin mahal. Akibatnya, dunia usaha akan mengurangi ekspansi bisnis. Jika benar demikian, produktivitas akan menurun.

Pun begitu, Ani optimistis ekonomi RI masih bisa terjaga tahun depan. Optimisme ini mengacu pada realisasi pertumbuhan ekonomi RI yang sebesar 5,44 persen pada kuartal II lebih tinggi dari kuartal sebelumnya, yakni 5,01 persen.

Walaupun, pertumbuhan PDB tersebut tidak lantas membuat RI lolos dari ancaman resesi. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menegaskan bahwa pemerintah masih perlu memperkuat ‘benteng pertahanan’ ekonomi nasional agar terhindar dari resesi.

Salah satunya, meningkatkan konsumsi rumah tangga. Patut diketahui, konsumsi rumah tangga ini berkontribusi besar terhadap PDB RI. “Di Indonesia, konsumsi dalam negeri cukup besar,” jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (28/8).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia menurut besaran PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp4.920 triliun pada kuartal II-2022. Dari nilai itu, konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 51,47 persen atau setara Rp2.532 triliun.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2022 tercatat tumbuh 2,42 persen dibanding kuartal sebelumnya. Sementara, jika dibandingkan dengan kuartal II 2021, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,51 persen.

Nah, untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga, Bhima menyarankan pemerintah memangkas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 8 persen.

Kemudian, untuk menjaga daya beli masyarakat miskin atau rentan, penyaluran bantuan sosial (bansos) berupa bantuan langsung tunai (BLT) seperti yang sudah dilakukan saat ini.

‘Benteng pertahanan’ lainnya adalah menghimpun lebih tebal devisa hasil ekspor (DHE). Ia menilai booming harga komoditas membuat DHE sektor perkebunan dan pertambangan yang meningkat bisa dimanfaatkan untuk menambah tebal cadangan devisa negara.

Hal ini kemudian bisa bermanfaat bagi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. “Idealnya, dari sisi DHE itu dicari cara agar lebih banyak lagi berputar di dalam negeri dibandingkan disimpan di perbankan luar negeri,” terang Bhima.

Sebagai catatan, saat ini Bank Indonesia (BI) telah memberlakukan kembali sanksi untuk eksportir yang tidak menempatkan DHE ke sistem keuangan Indonesia. Sebelumnya, kebijakan ini dihentikan saat pandemi covid-19.

Kini, DHE sumber daya alam (SDA) maupun non-SDA kembali diberlakukan. Adapun sanksi untuk pelanggaran ketentuan DHE non-SDA berupa penangguhan ekspor. Sedangkan, sanksi untuk DHE SDA berupa penyampaian hasil pengawasan oleh BI.

Selanjutnya, sambung Bhima, menambah jumlah dan loyalitas investor di dalam negeri. Terbukti, pada 2020-2021 atau ketika pandemi covid-19, investor asing ramai-ramai angkat kaki dari pasar surat utang dan saham di dalam negeri, namun investor domestik yang mencapai 7 juta mampu menahan kejatuhan tersebut.

‘Benteng pertahanan’ berikutnya agar terhindar dari resesi, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyebut belanja pemerintah. Apalagi, APBN surplus Rp107,4 triliun pada Agustus 2022 atau setara 0,58 persen terhadap PDB.

Menurut dia, kelebihan anggaran boleh saja digunakan untuk menjaga daya beli masyarakat melalui penyaluran bansos. “Maka, bisa membuat Indonesia keluar dari ujung resesi global,” imbuhnya.

Selain itu, ia menambahkan belanja pemerintah yang meningkat bisa mengompensasi penurunan komponen investasi dan ekspor seandainya negara lainnya jatuh ke jurang resesi dan mengurangi investasinya atau perdagangannya.

Sumber: cnn.indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only