Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Ronny P Sasmita, menilai usaha pemerintah masih minim dalam membangun sentimen positif atas rupiah dan perekonomian nasional.
Diketahui, beberapa waktu ini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan, bahkan hampir menyentuh 15.500 per dolar AS.
“Saya kira rupiah masih berpeluang terus melemah, mengingat masih kuatnya sentimen beli dolar – jual rupiah di satu sisi dan minimnya usaha pemerintah dalam membangun sentimen positif atas rupiah dan perekonomian nasional di sisi lain,” kata Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (19/10/2022).
Menurutnya, kata-kata yang keluar dari mulut para pihak, baik Presiden, Menteri Keuangan maupun Bank Indonesia beberapa waktu belakangan cenderung menakut-nakuti publik dan dunia bisnis.
“Pesan-pesan yang diberikan Menkeu kepada Jokowi sekembali dari Amerika, kemudian diterjemahkan oleh Jokowi ke dalam warning-warning ekonomi, yang membuahkan judul-judul berita negatif dan mengkhawatirkan di sana sini,” ujarnya.
Boleh jadi pemerintah melakukan hal tersebut dengan sengaja alias “on purpose” agar informasi-informasi “horor” tersebut bisa membangun ekspektasi inflasi di dalam negeri.
Tujuanya bisa untuk memperbesar peluang mendapatkan berkah pajak ekspor atau untuk meningkatkan nilai aset di dalam negeri atau bisa juga untuk “escape strategy” alias mengambinghitamkan resesi global atas pelemahan rupiah dan efek lanjutannya.
Awal pekan ini, nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kekhawatiran pelaku pasar terhadap devaluasi Yuan atau pelemahan mata uang China akan diikuti dengan bank sentral negara lainnya memberikan sentimen negatif ke nilai
Pengaruh ke Banyak Hal
Teller tengah menghitung mata uang dolar AS di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Namun masalahnya, pelemahan rupiah akan berpengaruh ke banyak hal. Pertama efeknya kepada pembengkakan biaya impor, baik BBM, bahan baku, dan barang modal, yang semuanya akan mempengaruhi harga-harga di dalam negeri.
“Jika sudah menembus Rp15.500 per dollar misalnya, saya kira kalkulasi harga BBM bisa berubah lagi, karena nilai subsidinya akan naik lagi. Artinya boleh jadi harga BBM akan naik lagi. Begitu juga dengan harga barang yang berbahan baku impor dan nilai proyek yang berang modalnya diimpor,” ujarnya.
Oleh karena itu, selain BI terus melakukan upaya maksimal dan prudensial, baik melalui triple intervension maupun utak atik suku bunga dan giro wajib minimum, pemerintah semestinya juga ikut membangun psikologi pasar yang positif.
“Narasinya sebaiknya narasi memberi semangat dan membangun optimisme, baik kepada pelaku pasar (investor pasar finansial) maupun untuk rakyat pada umumnya, agar judul-judul berita dari media tidak menakutkan,” ujarnya.
Karena narasi-narasi menakutkan dari pemerintah membuat masyarakat umum, terutama kelas menengah, menahan konsumsi agar memiliki dana cadangan untuk untuk jaga-jaga karena melihat ketidakpastian di masa depan semakin tinggi. Penyikapan seperti ini juga membuat ekonomi tertekan dari sisi demand.
Rupiah Hampir Sentuh 15.500 per Dolar AS, Pengusaha: BI Harus Turun Tangan
Teller tengah menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membawa efek yang berbeda di kalangan dunia usaha. Bagi pengusaha eksportir hal ini merupakan suatu berkah, namun bagi pengusaha importir hal ini adalah sebaliknya.
“Kondisi ini memang kerap kali dirasakan para pengusaha ketika rupiah berfluktuasi dan hal ini merupakan suatu kondisi yang biasa bagi dunia usaha,” kata Diana kepada Liputan6.com, Selasa (18/10/2022).
Sebagai pelaku usaha, Diana berharap pemerintah dapat melakukan beberapa langkah strategis agar rupiah tidak semakin dalam tertekan. Selain itu, kinerja dari sektor manufaktur harus tetap dijaga, dalam rangka menjaga neraca perdagangan Indonesia.
“Saya pikir BI dapat melakukan beberapa langkah dalam mengintervensi pasar mengingat cadangan devisa kita sangat cukup untuk BI melakukan hal tersebut,” ujarnya.
Prediksi
Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Ronny P Sasmita, memprediksi nilai tukar rupiah masih berpotensi terus tertekan di tengah ketidakpastian global.
“Proyeksi ke depan saya kira masih bearish untuk rupiah. Hemat saya, rupiah masih berpotensi tertekan lebih jauh mengingat situasi ekonomi global makin tak pasti,” kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (18/10/2022).
Dia menjelaskan, ancaman capital outflow masih tinggi karena para investor cenderung memindahkan asetnya ke instrumen investasi safe haven dan hard currency seperti dolar AS. Akibatnya, tekanan jual jual rupiah semakin tinggi seiring dengan dorong beli dollar yang juga tinggi.
“Jika pemerintah dan BI tak hati-hati, nilai tukar rupiah bisa level 15.750. Kalau tembus, rupiah akan mengejar level 15.900 per dolar AS. Semakin nilai tukar kita melemah, semakin rentan ekonomi Indonesia, baik secara moneter maupun fiskal,” ujarnya.
sumber : liputan6.com
Leave a Reply