Keran Ekspor Timah Ditutup, RI Bisa Untung 6 Kali Lipat

Pemerintah RI semakin bulat mengambil keputusan untuk menyetop keran ekspor timah dalam waktu dekat ini. Kebijakan ini dilaksanakan guna mendorong hilirisasi timah di dalam negeri sehingga bisa mendatangkan nilai tambah yang lebih besar dari komoditas timah.

Staf Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Irwandy Arif menjelaskan jika penutupan ekspor timah yang dimaksud pemerintah mengarah kepada jenis timah batangan atau tin ingot 99,99% atau Sn 99,99. Maka hilirisasi komoditas timah pada jenis tin solder bisa mendatangkan keuntungan yang lebih besar hingga enam kali lipat.

“Itu kalau ke arah tin solder, jadi bukan keseluruhan. Yang ada datanya itu Tin Solder yang ada yang saya katakan 5-6 kali daripada kita menjual dengan produk sebelumnya. Kalau ekspor kita sampai ke tin solder dan memang bisa diserap pasar itu ya 5-6 kali daripada kita menjual sebelum ke produk ke tin solder itu,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/10/2022).

Dia menyebut, hilirisasi timah dalam negeri baru menyentuh 5%, sedangkan 95% lainnya dalam bentuk Tin Ingot diekspor ke luar negeri. Produk hasil hilirisasi yang tengah digodok adalah Tin Solder, Tin Plate, dan Tin Chemical. “Jadi yang memang kelihatan sedang berjalan di industri hilir itu adalah Tin Solder, Tin Plate, dan kemungkinan Tin Chemical,” ujarnya.

Selain itu, Indonesia sebagai pemilik kekayaan timah terbesar ke 2 di dunia nampaknya memberikan keuntungan besar melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pasalnya, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PNBP Indonesia dari timah pada tahun 2021 mencapai Rp 1,1 triliun.

Irwandy juga menyebutkan pendapatan terus melejit sejak tahun 2020. Dia jelaskan pada tahun 2020 PNBP dari komoditas timah mencapai Rp 520 miliar. Setelah itu meningkat pada tahun 2021 menjadi Rp 1,1 triliun. Kemudian sampai triwulan II tahun 2022 ini PNBP melalui timah sudah mencapai Rp 707 miliar.

“Itu (PNBP) di tahun 2020 itu kira kira sekitar Rp 520 miliar ya. Kalau di 2021 itu kira-kira Rp 1,1 triliun. Dan dari tahun 2022 sampai triwulan 2 saja PNBP-nya sudah Rp 707 miliar,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/10/2022).

Namun, memang pelarangan ekspor timah dengan jenis tersebut belum diberlakukan. Pasalnya, saat ini pemerintah sedang membentuk tim Kelompok Kerja (Pokja) Timah untuk menganalisa hasil dari rencana hilirisasi timah tersebut.

Irwandy menyatakan, bahwa Presiden RI Joko Widodo sedang menunggu hasil dari Pokja Timah tersebut. Presiden Jokowi dikabarkan meminta kepada Pokja Timah untuk menyelesaikan hasil dari diskusi mengenai pelarangan ekspor tersebut dalam waktu 1 bulan.

Seperti yang diketahui, dengan penyetopan ekspor timah dan memberlakukan hilirisasi, nilai ekspor dari komoditas timah akan melesat. Hal ini sudah dibuktikan melalui pelarangan ekspor bijih nikel.

Ketika bijih nikel masuk dalam hilirisasi di dalam negeri, Indonesia mendapatkan nilai ekspor yang luar biasa. Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mencatat, dari hilirisasi nikel, Indonesia pada tahun ini diprediksi akan mendapatkan sekitar US$ 30 miliar atau Rp 450-an triliun (kurs Rp 15.300-an per dolar AS).

Hasilnya, pendapatan negara dari ekspor barang bernilai tambah itu melejit secara signifikan. Bahlil merinci, pada tahun 2017 ketika ekspor dilakukan melalui barang mentah, Indonesia hanya mendapatkan US$ 3,3 miliar. Kemudian meningkat di tahun 2021 mencapai US$ 21 miliar. “Dan tahun 2022 US$ 30 miliar,” ungkap Bahlil.

Sumber : cnbc.indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only