SEMARANG, DPRD Kota Semarang tengah menggodok peraturan daerah (raperda) terkait pajak daerah dan retribusi.
Rencananya, akan ada kenaikan di sejumlah sektor pajak dan retribusi yang nantinya berlaku setelah disahkan.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pajak Daerah dan Retribusi, Johan Rifai mengatakan, dasar pembuatan perda baru terkait pajak daerah dan retribusi adalah adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023. Dalam aturan tersebut, pemerintah kabupaten/kota harus menyesuaikan tarif pajak dan retribusi. Dengan adanya aturan tersebut, akan ada kenaikan pada beberapa mata pajak maupun retribusi.
“Sumber PAD (pendapatan asli daerah) sebagian besar kota/kabupaten itu dari pajak dan retribusi. Saya rasa ketika ada aturan ini implikasinya akan ada kenaikan,” jelas Johan, usai Public Hearing Pembahasan Raperda Pajak Daerah dan Retribusi, di ruang paripurna, Selasa (3/10/2023).
Hanya saja, sambung Johan, akan ada kebijakan khusus sesuai arahan Wali Kota Semarang. Pada 2024, kata dia, wali kota menginginkan suasana kondusif sehingga kenaikan akan ditunda. Kenaikan dimungkinkan akan berlaku pada 2025 mendatang.
“Ditunda itu artinya berlaku tapi ada pengecualian-pengecualian kekhususan, ada semacam kalau di PBB itu diskon atau apa,” jelasnya.
Dia menyebut, ada banyak pajak maupun retribusi yang akan mengalami kenaikan. Misalnya, retribusi lapak dasaran pedagang pasar akan ada kenaikan per meter. Di sisi lain, dengan adanya kenaikan, pemerintah juga memiliki tanggungjawab untuk memperbaiki ataupun meningkatkan fasilitas.
Selain lapak, kios yang dimiliki Pemerintah Kota Semarang termasuk di sekolah berupa kantin, kios di kecamatan yang dikelola pihak ketiga, pujasera juga akan mengalami kenaikan. Retribusi lapangan pun akan naik.
“Lapangan kita sudah sejajar milik swasta tapi tarif masih murah. Makanya, perlu ada penyesuaian tapi tetap (harga) di bawah swasta. Ini berlaku untuk lapangan dikelola Dispora, kecamatan, ataupun kelurahan,” terang politikus PKS tersebut.
Johan melanjutkan, kebijakan retribusi juga akan diterapkan pada pemakaian aula kelurahan. Selama ini, pengelolaan biasanya dari LPMK atau RW setempat. Nantinya, biaya sewa pengunaan aula di kelurahan akan masuk ke kas daerah (kasda).
“Jadi, jelas misalnya mau pakai nikahan ada yang perlu diserahkan ke kasda,” ujarnya.
Di sisi lain, pembahasan raperda juga meliputi penghapusan beberapa retribusi. Johan menyebut, ada beberapa retribusi yang tidak lagi ditarik diantaranya pengujian KIR dan makam.
“Itu tidak boleh ditarik lagi,” ucapnya.
Sumber : tribunnews.com
Leave a Reply