Menanti Tuah Guyuran Subsidi Pajak Baru

Pemerintah kembali mengguyur subsidi fiskal untuk mendorong industri mobil listrik dan properti pada tahun ini. Namun di tengah pelemahan daya beli kelas menengah, subsidi fiskal ini dinilai hanya menahan risiko perlambatan ekonomi, alias tak bisa mengungkit pertumbuhan signifikan.

Kementerian Keuangan baru saja merilis tiga aturan baru insentif pajak untuk industri kendaraan listrik, juga properti. Pertama, pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk pembelian mobil listrik yang diproduksi lokal yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8/2024.

Kedua, insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) DTP atas impor mobil listrik completely built up (CBU) dan penyerahan mobil listrik completely knockedcdown (CKD) yang diatur melalui PMK Nomor 9/2024. Insentif PPnBM DTP atas impor CBU dan CKD diberikan 100% dari jumlah PPnBM yang terutang.

Ketiga, insentif PPN DTP untuk pembelian rumah Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar yang diatur melalui PMK Nomor 7/2024 (lihat tabel)

Selama ini, sokongan industri otomotif terhadap produk domestik bruto (PDB) tak terlalu besar. Ba- dan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri alat angkutan hanya berkontribusi 1,49% terhadap PDB. Sementara perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya menyumbang 2,24% ke PDB.

Adapun real estate berkontribusi 2,42% terhadap PDB dan sektor konstruksi menyumbang 9,29% ke PDB. Guyuran insentif ini dinilai serba tanggung lantaran alokasi anggarannya juga tak besar. Untuk insentif PPN DTP properti misalnya, hanya dialokasikan Rp 2,96 triliun di sepanjang tahun ini.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita melihat pemberian insentif PPN DTP untuk mobil listrik tak signifikan mengerek penjualan lantaran terbatasnya infrastruktur pendukung mobil listrik. Ia juga menilai, pemberian insentif untuk impor CBU tak tepat. “Karena sama dengan mensubsidi orang kaya,” terang dia, Rabu (21/2).

Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri juga berpendapat, insentif ini tidak bisa diharapkan menggerakkan ekonomi lantaran daya beli masyarakat yang masih lemah.

“Purchasing power masyara kat Indonesia sedang melemah,” ujar dia. Daripada memberikan insentif yang bersifat konsumtif saat daya beli masyarakat lemah, Yose menyatakan, sebaiknya pemerintah memberikan insentif kepada sektor produksinya.

Sementara kunci untuk mendorong perekonomian dalam negeri adalah memacu daya beli masyarakat. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menciptakan banyak lapangan kerja untuk menaikkan penghasilan.

Direktur Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menilai, insentif mobil listrik yang diberikan oleh pemerintah belum akan kelihatan dampaknya dalam waktu singkat, atau setidaknya dalam waktu 10 tahun. Alhasil, belum akan berdampak signifikan terhadap perekomian.

Sumber: Harian Kontan, Kamis 22 Februari 2024 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only