Tarif PPh badan Indonesia masih lebih tinggi dari Singapura, Vietnam dan Thailand
Tingginya tarif pajak penghasilan (PPh) badan dinilai menjadi salah satu hambatan aliran investasi asing (foreign direct investment/FDI) untuk masuk ke Indonesia. Dus, FDI di Indonesia tumbuh melambat.
Memang, Indonesia telah menurunkan tarif PPh badan menjadi 22% pada tahun pajak 2022. Namun tarif tersebut di- nilai masih tinggi dan kurang kompetitif jika dibandingkan negara lain.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai tarif PPh badan masih kalah kompetitif dibandingkan Singapura 17%, Vietnam 15%-17% dan Thailand 20%. Meski di sisi lain, tarif PPh badan Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia yang sebesar 33%.
Padahal, kata Eko, tarif PPh badan yang lebih kompetitif dibutuhkan untuk mendukung iklim investasi tidak hanya penanaman modal asing (PMA), namun juga penanaman modal dalam negeri (PMDN): “Ini menggambarkan perlunya mengevaluasi PPh badan dengan juga mempertimbangkan dampak bagi fiskal APBN,” ujar dia kepada KONTAN, Minggu (26/5).
Menurut Eko, evaluasi kembali tarif PPh badan akan sejalan dengan arah strategi Indonesia untuk menjadi negara terbaik di kawasan ASEAN. “Setidaknya (tarif PPh badan) bisa lebih kompetitif dari Vietnam dan Thailand,” kata dia.
Berdasarkan data Kemente- rian Investasi/Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi PMA mencapai Rp 744 triliun atau 52,4% dari total investasi tahun 2023. Nilai ini tumbuh 13,69% atau melambat dibandingkan 2022 yang tumbuh 44,14% yoy.
Singapura faktanya lebih bagus dibandingkan Indonesia. Pada 2020 saja, nilainya mencapai US$ 141,21 miliar, lebih tinggi dibandingkan Indonesia yang hanya US$ 21,97 miliar.
Kemudian dalam tiga dekade terakhir, Indonesia sempat beberapa kali mengalami kerugian investasi asing. Hal ini terlihat dari nilai investasi yang minus saat krisis moneter di Indonesia pada 1998, berlanjut pada 1999, 2000, 2001 dan 2003.
Sementara, Singapura sama sekali tidak pernah mengalami kerugian investasi yang terlihat dari nilai FDI yang tak pernah mengalami minus.
Ada faktor lain
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono berpendapat, pajak sejatinya bukan menjadi faktor paling utama investor untuk mempertimbangkan berinvestasi di Indonesia. Namun faktor lainnya adalah kemudahan berusaha atau ease of doing business (EoDB).
“UU Cipta Kerja hadir kare- na faktor EoDB yang diterbitkan rutin oleh Bank Dunia. Banyak investor asing lebih memilih negara tetangga Indonesia sebagai lahan investasi baru karena faktor kemudahan berusaha,” kata dia.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, profil EoDB Indonesia di 2020 menunjukkan bahwa faktor pajak secara menyelu- ruh menjadi tiga besar yang mempengaruhi keputusan investor asing. Faktor pertama adalah akses listrik dan kedua, proses memulai usaha.
Selain itu, pemerintah telah memberikan insentif pajak bagi investor dalam bentuk tax holiday agar investor dapat mengoptimalkan penghematan PPh badan ketika memulai investasi di Indonesia.
Oleh karena itu, calon presi- den terpilih Prabowo Subianto dinilai belum perlu merevisi tarif PPh badan yang saat ini ditetapkan 22%. “Pemerintahan baru belum perlu merevisi tarif PPh badan karena tarif itu baru direvisi di UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sebelum UU HPP berlaku, ada UU Cipta Kerja yang merencanakan tarif PPh badan turun dari 22% ke 20%. Akan tetapi, UU HPP tetap mempertahankan tarif PPh badan di level 22%,” jelas dia. Chief Economist The Indo- nesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip menilai tarif PPh Badan Indonesia sudah relatif lebih kompetitif dibandingkan negara peers. Terutama setelah berlakunya UU Cipta Kerja.
Selain insentif pajak, pemerintah telah banyak memberikan bentuk-bentuk insentif lainnya. Sebut saja, harga energi primer yang sangat kompotitif, yang diatur oleh pemerintah, seperti harga gas dan tarif listrik. “Kalau seluruh jenis insentif tersebut dijumlahkan, apa yang diberikan pemerintah Indonesia kepada investor tersebut sudah relatif lebih besar dibandingkan oleh negara-negara lain,” tambah Sunarsip.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply