Upaya ekstra (extra effort) masih perlu dilakukan pemerintah untuk menggenjot penerimaan perpajakan pada tahun depan. Pasalnya, shortfall yang diperkirakan terjadi tahun ini, maka target pemerintah untuk mengejar target tahun depan akan lebih berat.
Berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu, rasio penerimaan perpajakan tahun 2025 ditargertkan berkisar 10,09% hingga 10,29% dari produk domestik bruto (PDB). Namun pemerintah belum membeberkan nominalnya.
Sementara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.309,9 triliun, Sementara dara target tersebut, pemerintah memperkirakan ada shortfall sekitar Rp 91,5 triliun. Alhasil, penerimaan perpajakan tahun ini diperkirakan hanya akan mencapai Rp 2.218,4 triliun.
Co-Founder Botax Consulting Raden Agus Suparman mengatakan, beberapa langkah bisa ditempuh pemerintah untuk menggerek penerimaan pajak. Salah satunya dengan menghapus insentif pajak. “Jika insentif dihapus, maka secara otomatis penerimaan pajak akan meningkat,” ucap Raden kepada KONTAN, Senin (22/7).
Meski memang, hal tersebut akan berdampak bagi perekonomian nasional. Namun, “Daripada menaikkan tarif PPN , lebih baik menghapus intensif PPN. Hapus PPN dibebaskan dan PPN tak dipungut, kecuali untuk produk bahan pokok rakyat,”ujar dia.
Dari sisi kepabeanan dan cukai, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa ekstensifikasi cukai sudah sehatusnya menjadi alat pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. “Tak hanya alat meningkatkan penerimaan tetapi juga alat untuk meningkatkan tax ratio,” ujar dia.
Fajry membeberkan, dua negara ASEAN seperti Kamboja dan Thailand memiliki tax ratio di atas 15% bertumpu pada penerimaan cukai. Hal ini dapay dilihat dari kontribusi penerimaan other tax on good and sales dalam statistik OECD dari kedua negara tersebut yang bisa mencapai 35%.
“Selama ini kita salah fokus (dalam menaikkan penerimaan perpajakan), seharusnya ke cukai juga, tak hanya pajak,” kata Fajry.
Oleh karena itu, dia menyarankan pemerintahanj yang akan datang yakni Prabowo Subianto bisa langsung mengeksekusi ekstensifikasi cukai yang saat ini masih terhambat, seperti cukai minuman berpemanis dalm kemasan (MBDK) dan cukai plastik yang kembali masuk dalam Kerangka ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF 2025).
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply