Siap – Siap PLTU Akan Dikenakan Pajak Karbon

Pemerintah kembali menghidupkan rencana penerapan pajak karbon di Indonesia. Di tahap awal, pajak karbon akan menyasar subsektor pembangkut listrik tenaga uap (PLTU).

Menteri Kooerdinator Perekonomian Airlangga Hartato mengungkapkan, aturan untuk mengenakan pajakkarbon sudah disiapkan.

Namun dia tidak menejlaskan apakah pajak karbon akan diimplementasikan pada pemerintahan Prabowo Subianto pada 2025 mendatang. “Ya nanti kita lihat (implementasinya),” kata dia kepada awak media di kantor Kementrian Perekonomian, kemarin.

Deputi Bidang Pengembangan Usaha BUMN, Riset dan Inovasi Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi mengatakan, pajak karbon akan diterapkan pertama kali atas subsektor pembangkit listrik, yakni PLTU.

“Pada tahap awal peta jalan pajak karbon diusulkan cukup mengatur terkait penerapan pajak karbon bagi subsektor pembangkit listrik untuk mendukung dan menyesuaikan dengan peta jalan perdagangan karbon yang sudah ada,”ujar Elen dalam forum webinar, Selasa (23/7).

Pajak Karbon akan dikenankan untuk BBM fosil yang digunakan kedaraan

Sementara pada tahp kedua, implementasi pajak karbon rencananya dikenakan terhadap bahan bakar fosil yang digunakan oleh kendaraan. Pengenaan pajak karbon atas sektor pembangkit listrik dan trasnportasi sudah cakup 39% dari total emisi karbon di Indonesia. “Pengenaan atas kedua sektor ini diharapkan mencakup sekitar 71% emisi dari sektor energi, yaitu 48% dari pembangkit dan 23% dari sektor transportasi. Jumalah 39% itu dari totasl emisi Indoensia,” kata Elen.

Ketentuan mengenai pajak karbon antara lain tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tujuan penganaan pajak karbon ini bukan hanya menambah penerimaan semata, melainkan sebagi instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

Urgen diterapkan

Mengacu UU HPP, tarif pajak karbon paling rendah senilai Rp 30 per kilogran setara karbon dioksida (CO2e). Selanjutnya, penetapan tarif pajak karbon beserta dasar pengenaannya akan dituangkan melalui peraturan Menteri Keuangan. Hingga kini, aturan tersebut belum terbit.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendorong pemerintah segera mengimplementasikan pungutan pajak karbon paling lambat tahun 2025.

Hal tersebut lantaran pungutan pajak karbon sudah memiliki payung hukum dan diamanatkan dalam UU HPP. “Tahun ini seharusnya berjalan, tapi tahun depan paling lambat harus diadopsi, apalagi UU HPP sudah mengamanatkan pajak karbon,”ujar dia, kemarin. Penerapan pajaka karbon cukup urgen di Indonesia. Apalagi kata Bhima, penerimaan negara dari pungutan pajak karbon di PLTU, misalnya, bisa digunakan untuk mempercepat transisi energi bersih.

Bhima menjelaskan, pajak karbon mengusung konsen polutter pay priciple, dimana penghasil emisi harus membayar dampak eksternalitas negatif ke lingkungan dan kesehatan. “Sekarang yang perlu disiapakan adalah apakah hasil dana pajak karbon bisa membuat energi serta tidak emnimbulkan penyesuaian tarif listrik dimasyrakat,” kata Bhima.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only