Target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 dipatok Rp 2.189.31 triliun. Angka ini tumbuh 13,91% dibandingkan outlook tahun ini yang sebesar Rp 1.921,9 triliun.
Meski demikian, langkah pemerintah tidak mudah untuk memenuhi target tersebut. Pasalnya, tahun ini saja penerimaan pajak diproyeksikan mencatatkan shortfall Rp 67 triliun, setelah melampaui target selama tiga tahun berturut-turut.
Berdasarkan Buku II Nota Keuangan Beserta Rançangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, penerimaan pajak tahun depan bertumpu pada dua jenis pajak. Pertama, penerimaan pajak penghasilan (PPh) yang ditargetkan Rp 1.209,3 triliun atau naik 13,8% dibandingkan outlook 2024 sebesar Rp 1.062,3 triliun.
Kedua, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar Rp 945,1 triliun. Angka ini juga tumbuh 15,37% daripada outlook 2024 senilai Rp 819,2 triliun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suryo Utomo menyampaikan, pertumbuhan target PPh sejalan dengan harapan perbaikan kondisi perekonomian, terutama kenaikan harga komoditas.
“PPh itu kan lihat dinamika ekonomi. Tahun ini kondisi ekonomi harga komoditas turun, harapannya tahun depan meningkat,” tutur Suryo kepada awak media, Selasa (20/8).
Ke depan, apabila perekonomian tumbuh lebih baik dan harga komoditas membaik, pihaknya akan terus melakukan dinamisasi atau penghitungan kembali angsuran PPh Pasal 25 alias PPh badan karena perusahaan mengalami kenaikan profit.
Sedangkan kenaikan target PPN sejalan dengan adanya rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025. “(Strategi penerimaan pajak melalui) ekstensifikasi dan intensifikasi,” tambah Suryo.
Target terlalu tinggi
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar berpendapat, kenaikan target setoran PPN dan PPnBM pada tahun depan merupakan hal yang wajar. Proyeksi ini sejalan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 yang di- targetkan 5,2%. Ditambah lagi, ada rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%.
Namun di sisi lain, Fajry menilai kenaikan target PPh tahun depan terlalu optimistis. Pasalnya, setoran PPh terbesar berasal dari PPh badan Sementara kineria PPh badan tahun depan, ditentukan dari kinerja korporasi tahun 2023 dan 2024.
“Untuk 2023, jelas ada pelemahan. Sedangkan 2024 kalau kinerja korporasi masih berat maka kinerja PPh badan 2025 juga akan berat,” kata Fajry kepada KONTAN, kemarin.
Meski demikian, ia melihat masih ada opsi kebijakan yang dapat dilakukan, seperti pengurangan fasilitas PPN maupun PPh. Pemerintah juga masih bisa melakukan optimalisasi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital. Selain itu, “Ada banyak ketentuan lain dari UU HPP (Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) yang belum ada aturan turunan dan dapat dioptimalkan oleh pemerintah,” tambah Fajry.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply