Hadi Purnomo: “Monitoring Self-Assessment”, Solusi Optimalisasi Penerimaan Perpajakan

Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus berupaya mengoptimalkan penerimaan perpajakan di tengah tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam hal penyelenggaraan sistem perpajakan yang efektif dan transparan. Menurut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2001-2006 Hadi Purnomo, salah satu solusi yang mampu menjawab tantangan tersebut adalah penerapan sistem monitoring self-assessment.

Sebagaimana diketahui, sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self-assessment, di mana Wajib Pajak (WP) bertanggung jawab untuk melaporkan kewajiban perpajakan mereka secara benar, lengkap, dan jelas. Namun, bagaimana memastikan bahwa semua penghasilan dan transaksi yang dilaporkan oleh WP tersebut benar adanya?

Menurut Hadi, monitoring self-assessment adalah solusi yang tepat. “Sistem ini memastikan bahwa seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak dilaporkan dengan benar, lengkap, dan jelas. Saya yakin bahwa sistem ini sangat berguna untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan dan penerimaan perpajakan,” urai Hadi kepada Pajak.com saat ditemui di sela-sela acara Pelantikan Pengurus Pusat, Dewan Penasihat, Pengawas dan Dewan Kehormatan, dan Perayaan HUT ke-59 IKPI, di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, pada (19/09).

Lebih lanjut, Hadi menjelaskan bahwa monitoring self-assessment berperan sebagai alat pengumpul data dan informasi yang nantinya membentuk big data perpajakan. Sistem ini dapat memetakan penerimaan pajak secara komprehensif, baik dari pendapatan legal maupun ilegal, serta dapat memetakan penggunaan uang atau harta dalam tiga sektor utama: konsumsi, investasi, dan tabungan.

Dengan adanya monitoring self-assessment, setiap Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan WP akan teridentifikasi dengan baik, sehingga tidak ada lagi data yang tersembunyi. Hal ini diharapkan dapat menjadi langkah signifikan dalam optimalisasi penerimaan pajak.

Hadi juga menyoroti pentingnya digitalisasi dalam penerapan monitoring self-assessment ini. Menurutnya, penghindaran pajak dapat diminimalisasi dengan adanya sistem yang mengintegrasikan seluruh data perpajakan ke dalam satu sistem berbasis link and match.

Melalui digitalisasi, seluruh data dapat dipetakan secara akurat dan menyeluruh, sehingga upaya penghindaran pajak bisa ditekan secara signifikan. “Sistem ini akan memungkinkan pemerintah untuk mengakses data Wajib Pajak dengan lebih mudah, baik data yang bersifat rahasia maupun non-rahasia, sehingga menciptakan transparansi dan pencegahan korupsi,” jelas Hadi yang juga Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI Periode 2009-2014.

Hadi bilang, dari sisi regulasi, monitoring self-assessment didukung oleh landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

“Dalam Pasal 35A ayat 1 disebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak,” imbuh Hadi.

Hadi menegaskan bahwa, tidak ada lagi informasi yang boleh disembunyikan dari pemerintah, termasuk informasi keuangan yang sebelumnya dianggap rahasia.

Meskipun demikian, Hadi juga menyoroti adanya peraturan pelaksanaan yang inkonsisten, yang dinilai menjadi salah satu penghambat dalam penerapan monitoring self-assessment secara efektif. Beberapa peraturan seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2008 dan PMK 157/2008 dianggap tidak sepenuhnya selaras dengan undang-undang yang lebih tinggi, sehingga perlu dilakukan revisi.

Hadi menambahkan, dengan revisi terhadap peraturan-peraturan yang tidak selaras ini, sistem perpajakan akan menjadi lebih transparan dan efektif.

Dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah sering kali mengambil langkah jangka pendek seperti menaikkan tarif pajak atau memperluas objek pajak. Namun, Hadi meyakini bahwa, dengan penerapan monitoring self-assessment yang efektif, target peningkatan penerimaan pajak dapat tercapai tanpa perlu menaikkan tarif pajak, karena laporan WP akan lebih akurat dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dengan ditetapkannya target tax ratio minimum sebesar 16 persen pada tahun 2029 oleh pemerintah. Hadi optimistis, bahwa dengan penerapan monitoring self-assessment yang transparan dan pelaksanaan yang tegas, sistem perpajakan Indonesia akan menjadi lebih kuat dan mampu berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan nasional.

“Langkah ini akan menciptakan sistem perpajakan yang tidak hanya adil, tetapi juga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sosial di Indonesia,” pungkas Hadi.

Sumber : pajak.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only