Kebijakan Tax Amnesty Jilid III Jadi Pisau Bermata Dua

Wacana pemerintah untuk menjalankan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) jilid III dapat menjadi ‘pisau bermata dua’ bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Pada satu sisi, kebijakan ini dinilai akan memperluas basis data wajib pajak serta mendorong repatriasi aset yang selama ini disembunyikan atau tidak dilaporkan. Namun di saat sama, menimbulkan dampak negatifnya yang justru lebih serius dan berjangka panjang.

“Kebijakan ini dapat merusak moral pajak masyarakat dengan menciptakan ekspektasi akan adanya pengampunan serupa di masa depan. Akibatnya, wajib pajak yang selama ini taat bisa merasa tidak adil dan memilih menunda pembayaran pajak sambil menunggu amnesti berikutnya,” ucap Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi pada Selasa (19/11/2024).

Tax amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya dibayar dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Hal ini diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2016. Sebelumnya pemerintah sudah menjalankan kebijakan tax amnesty pada tahun 2016 dan menjalankan program pengungkapan pajak sukarela pada tahun 2022.

Yusuf menuturkan, bila pemerintah tetap menjalankan kebijakan tersebut maka kredibilitas sistem perpajakan bisa terganggu. Langkah pemerintah untuk menjalankan pengampunan pajak yang terlalu sering dapat dilihat sebagai bentuk ketidakmampuan otoritas pajak dalam menegakkan aturan dan mengumpulkan pajak secara reguler.

“Bila melihat efektivitas program pengampunan pajak, berkaca pengalaman dari tax amnesty sebelumnya menunjukkan bahwa efektivitasnya cenderung menurun dari waktu ke waktu,” kata Yusuf.

Sumber : investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only