Implementasi Coretax Belum Optimal, Pengusaha Beri Masukan ke DJP

Pemerintah telah menjalankan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Coretax Administration System sejak 1 Januari 2025. Namun, masih banyak wajib pajak yang kesulitan menjalankan sistem ini hingga para pengusaha memberikan masukan terkait Coretax.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, dalam transisi implementasi Coretax dibutuhkan sinergi erat antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini dijalankan agar penerapan sistem baru ini tidak menghambat langkah pemerintah untuk mengumpulkan penerimaan pajak.

“Kami mengapresiasi langkah DJP yang proaktif membuka ruang dialog dengan Apindo sebagai wakil dunia usaha, untuk mendengarkan aspirasi dunia usaha dan mencari solusi bersama,” ucap Shinta dalam pernyataannya, Rabu (15/1/2025).

Dia mengatakan, dengan adanya pendekatan dialogis dan kolaboratif antara dunia usaha dan DJP, implementasi Coretax tidak hanya mendorong kepatuhan pajak tetapi juga memperkuat iklim usaha yang kondusif dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

“Dengan kolaborasi ini, kami optimistis bahwa dunia usaha dapat terus mendukung agenda pembangunan nasional,” kata dia.

Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, DJP berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh kepada wajib pajak selama masa transisi. Dia tidak menampik bahwa implementasi sistem baru ini menghadirkan tantangan teknis di lapangan.

Oleh karena itu, DJP memberikan masa transisi khusus untuk penerapan Coretax, sebagaimana DJP juga memberikan masa transisi saat penerapan tarif PPN 11% selama tiga bulan.

“DJP memastikan tidak akan ada beban tambahan kepada wajib pajak berupa sanksi administrasi atas keterlambatan atau kesalahan dalam pembuatan faktur pajak yang disebabkan oleh kendala teknis dalam implementasi Coretax,” jelas Suryo.

Terkait solusi untuk kendala teknis Coretax, DJP menjelaskan berbagai langkah yang telah dan akan diambil untuk mengatasi kendala teknis Coretax.

Salah satu isu yang diangkat adalah pelaporan PPh Pasal 26 untuk masa Desember 2024, yang masih dapat dilakukan melalui aplikasi legacy, seperti e-Bupot PPh Pasal 21 atau e-Bupot Unifikasi. Selain itu, DJP sedang mempercepat proses migrasi data untuk memastikan pelaporan manual tetap dapat dilakukan dengan lancar.

DJP juga mengatasi masalah akses direktur tenaga kerja asing (TKA) yang telah memiliki NPWP tetapi mengalami kesulitan dalam mendapatkan sertifikat elektronik. Validasi data imigrasi dan sistem Coretax tengah diperbaiki untuk menjamin akses yang lebih mudah dan aman bagi wajib pajak asing.

“Masa transisi belum ditentukan waktunya karena membutuhkan pengkajian lebih dalam, pastinya sampai Coretax DJP ini bisa digunakan dengan baik. Nantinya, masa transisi ini akan diatur melalui peraturan Direktur Jenderal Pajak (perdirjen) guna memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak,” tutur Suryo Utomo.

Sementara, Sekretaris Dewan Pertimbangan Apindo Suryadi Sasmita, juga memberikan pandangan terkait perlindungan pelaku usaha selama masa transisi.

Ia menekankan pentingnya dukungan pembinaan yang berkelanjutan dari DJP untuk menjaga keberlangsungan usaha di tengah tantangan teknis yang dihadapi. Pelaku usaha membutuhkan jaminan bahwa mereka dapat tetap menjalankan aktivitas bisnis tanpa khawatir akan sanksi selama proses transisi yang menjadi ranah di luar kendali para pengusaha.

“Kami berharap DJP terus memberikan dukungan yang bersifat pembinaan, bukan semata penegakan, selama masa transisi ini. Pendekatan yang kooperatif akan membantu dunia usaha beradaptasi lebih cepat dengan sistem baru sekaligus meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah,” pungkas Suryadi dalam menanggapi Coretax.

Sumber : beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only