Perusahaan multinasional raksasa, termasuk Google, Amazon dan Meta, kini tak lagi bisa berkelit dari kewajiban perpajakan di Indonesia. Pemerintah Indonesia akhirnya bergabung dengan negara-negara yang menerapkan pajak minimum global sebesar 15%.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya internasional untuk memastikan korporasi multinasional memenuhi kewajiban pembayaran pajak secara lebih adil, terlepas dari di mana mereka beroperasi.
Ketentuan ini bagian dari kesepakatan Pilar Dua yang digagas G20 yang dikoordinasi Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), serta didukung lebih dari 140 negara. Dari jumlah itu, 40 negara telah memberlakukan ketentuan tadi, dengan mayoritas negara menerapkannya pada 2025.
Implementasi pajak minimum global di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 16 Tahun 2024. Beleid ini berlaku mulai 1 Januari 2025. Di PMK itu, pemerintah memastikan perusahaan multinasional beromzet konsolidasi global minimal € 750 juta membayar pajak minimum 15% di negara tempat mereka beroperasi mulai tahun pajak 2025.
Jika tarif pajak efektif kurang dari 15%, maka wajib pajak harus membayar pajak tambahan (top up) paling lambat akhir tahun pajak berikutnya. Umpamanya, untuk tahun pajak 2025, estimasi jumlah pajak dibayarkan paling lambat 31 Desember 2026.
Wajib pajak juga harus melaporkan pajak minimum global. Dalam hal ini, mereka diberikan waktu paling lambat 15 bulan setelah tahun pajak berakhir. Khusus tahun pertama, pemerintah memberikan kelonggaran bagi wajib pajak untuk melakukan pelaporan, yaitu paling lambat 18 bulan setelah tahun pajak berakhir.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menegaskan, ketentuan ini tak berdampak bagi wajib pajak orang pribadi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). “Dengan adanya ketentuan ini, praktik penghindaran pajak seperti melalui tax haven dapat dicegah,” kata dia dalam keterangan resminya, Kamis (16/1).
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menyebut Indonesia bisa meraih penerimaan pajak signifikan jika menerapkan pajak minimum global. Berdasarkan hitungannya, Indonesia bisa merauppenerimaan pajak Rp 3,8 triliun hingga Rp 8,8 triliun dari implementasi pajak minimum global tersebut.
Nilai tak signifikan
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menjelaskan, jika ada negara yang masih memberi fasilitas pajak yang menyebabkan tarif pajak efektifnya di bawah 15%, maka atas selisihnya akan tetap dipungut oleh negara alias yurisdiksi tempat induk usaha berada sebagai top up tax. Syaratnya, negara tempat induk usaha mengapdosi ketentuan serupa.
Jika tidak, maka hak pemungutan top up tax akan dialihkan ke negara tempat grup perusahaan itu berada yang menerapkan ketentuan undertaxed payment rules (UTPR). “Bagi Indonesia, dengan PMK ini berkesempatan memungut top up tax. Selama Indonesia menerapkan ketentuan qualified domestic minimum top up tax,” kata dia.
Namun, ia mengingatkan dampak kebijakan ini mungkin tak terlalu signifikan secara nominal. Mengingat, terbatasnya jumlah perusahaan multinasional dengan pendapatan bruto lebih dari € 750 juta yang ada di sini.
Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman mengatakan kebijakan pajak minimum global akan membuka peluang baru bagi Indonesia untuk menggenjot penerimaan pajak dari korporasi multinasional.
Selama ini, kata Agus, perusahaan itu hanya membayar pajak lain seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan pajak pertambahan nilai (PPN). Namun, pajak yang dibayarkan itu secara teori bukan beban langsung perusahaan, melainkan pajak yang wajib dipotong atau dipungut perusahaan.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji berharap, kebijakan ini menekan perbe- daan tarif pajak penghasilan (PPh) badan antaryurisdiksi. Alhasil, insentif bagi perusahaan untuk mengalihkan laba ke negara dengan tarif pajak rendah berkurang. Dengan berkurangnya disparitas tarif PPh badan antar-yurisdiksi, maka peluang untuk menghindari pajak lewat pengalihan laba akan menurun.
Sumber : Harian Kontan, Jumat 17 Januari 2025 (Hal.1)
Leave a Reply