Sebagai aset yang sudah diakui secara legal, kripto perlu rutin dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Jika tidak, konsumen kripto akan dikenakan PPH final sebesar 30%.
Itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang mana aset kripto termasuk ke dalam objek pajak yang perlu dilaporkan.
Partner of Ideatax Jovita Budianto menyebut, pelaporan ini penting dilakukan rutin untuk menghindari konsekuensi di kemudian hari.
“Baik korporasi atau pribadi, harap dilapor saja kepemilikan kriptonya. Karena jika tidak pernah dilapor, kemudian dalam beberapa tahun kemudian baru dilapor untuk keperluan tertentu, kantor pajak akan menahan tarif 30%,” sebut Jovita dalam acara Cyptalk with Triv di Jakarta, Selasa (29/4).
Dalam UU HPP Pasal 34C, disebutkan bahwa wajib pajak yang memiliki harta, termasuk kripto, tetapi tidak melaporkannya dan baru terdeteksi atau diungkap beberapa waktu setelahnya, akan dikenai PPh Final sebesar 30% dari nilai hartanya. Itu karena aset kripto yang dimiliki dalam jangka waktu panjang tadi dianggap sebagai penghasilan tambahan yang tidak dilaporkan.
Apalagi, Jovita menekankan, kalau harga aset kripto yang dimiliki kian besar. Saat dibeli, barangkali nilai aset tak seberapa. Namun beberapa tahun kemudian, nilainya bisa saja naik drastis seiring kondisi pasar yang membaik.
Jika nilainya semakin besar, proporsi 30% yang terkena tarif tentunya akan semakin besar juga. Alhasil, keuntungan yang didapat tidak maksimal.
Maka dari itu, Jovita mengimbau konsumen kripto untuk senantiasa melaporkan asetnya dalam SPT.
“Supaya pada saat nanti dijual, atau ditukar menjadi aset yang lain, kantor pajak tidak menganggap sebagai pendapatan pada tahun berjalan,” tutupnya.
Sumber : investasi.kontan.co.id
Leave a Reply