Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencari cara untuk menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tahun ini agar dapat mencapai target PNBP di APBN 2025 yang sebesar Rp 513,6 triliun.
Pasalnya, sejak Februari lalu Kemenkeu kehilangan potensi PNBP dari kekayaan negara dipisahkan (KND) lantaran dividen badan usaha milik negara (BUMN) telah masuk ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pihaknya telah menyusun empat strategi untuk menggenjot PNBP tahun ini, yaitu memperbaiki tata kelola, meningkatkan kepatuhan dan perluasan basis penerimaan, insentif PNBP yang terukur, serta memperkuat sumber daya dan organisasi.
“Ini strategi yang sekarang kita betul-betul sedang lihatin dengan sangat detail. Ada 4 hal yang menjadi strategi, bisa kita bilang strategi ekstra effort atau strategi untuk memperbaiki, meningkatkan terus PNBP kita dan memperbaiki,” ujarnya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XI di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Dia merincikan, strategi memperbaiki tata kelola meliputi evaluasi dan sinkronisasi kebijakan tarif PNBP sektor sumber daya alam (SDA) seperti mineral dan batu bara, kehutanan, perikanan, dan panas bumi.
Kemudian mengevaluasi kebijakan dan penyempurnaan tata kelola PNBP hingga penyempurnaan regulasi PNBP melalui revisi peraturan pemerintah (PP) atau peraturan menteri keuangan (PMK).
Dalam upaya meningkatkan kepatuhan dan perluasan basis penerimaan, Kemenkeu akan memperkuat proses bisnis dan program kolaboratif atau joint program untuk tingkatkan rasio pendapatan negara.
“Ada juga joint program, kami sekarang melakukan dengan Ditjen Pajak dengan Ditjen Bea dan Cukai melink kepatuhan pajak dan kepabeanan dan PNBP. Karena PNBP banyak eksportir, jadi ada pertukaran wajib bayar dan wajib pajak,” jelasnya.
Selain itu, Kemenkeu juga akan melakukan penagihan piutang PNBP dan mereplikasi Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga (Simbara) secara bertahap.
“Kalau Simbara dilakukan untuk nikel dan bauksit, moga-moga terjadi peningaktan kepatuhan. Dan kalau meningkat ada dampaknya kepada penerimaan,” ucapnya.
Sementara untuk pemberian insentif PNBP akan dilakukan melalui kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), tarif PNBP 0 persen untuk hilirisasi batu bara, dan harmonisasi tarif yang lebih rendah untuk produk hasil pengolahan dan pemurnian terintegrasi.
Terakhir, Kemenkeu memperkuat organisasi melalui pengembangan Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Online (Simponi) v2, penguatan organisasi untuk menggali potensi dan pengawasan, serta pelaksanaan secondment.
Sebagai informasi, realisasi PNBP hingga akhir Maret 2025 turun 26,03 persen secara tahunan menjadi sebesar Rp 115,9 triliun dari Rp 156,70 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi tersebut mencapai 22,6 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 513,6 triliun.
Penurunan PNBP ini disebabkan oleh anjloknya realisasi PNBP dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) yang mengalami penurunan 74,6 persen pada Kuartal I 2025.
Tercatat, realisasi PNBP dari KND hanya sebesar Rp 10,88 triliun atau turun drastis dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai Rp 42,89 triliun. Realisasi ini hanya mencapai 12,1 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 90 triliun.
Suahasil mengungkapkan, terkontraksinya PNBP KND pada periode ini disebabkan penerimaan negara yang berasal dari dividen badan usaha milik negara (BUMN) mulai dialihkan ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Dananatara untuk dikelola.
“Sampai dengan bulan Maret 2025 tidak terdapat tambahan setoran PNBP KND, mengingat telah ditetapkannya UU Nomor 1 Tahun 2025, maka setoran dividen BUMN berpindah ke BPI Danantara,” kata Sua.
Adapun pada Januari 2025 lalu Kemenkeu hanya menerima setoran dividen interim dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI untuk tahun buku 2024. Setelah itu, Kemenkeu belum menerima tambahan PNBP KND.
Sementara pada kuartal I 2024, Kemenkeu banyak menerima setoran dividen dari berbagai BUMN terutama perbankan. Pada Maret 2024 saja setoran dividen yang diterima mencapai Rp 36,1 triliun.
“Kalau kita bandingkan dengan tahun lalu, BUMN perbankan banyak membayarkan dividen interim mencapai Rp 36,1 triliun yang membuat di Januari-Maret 2024 penerimaan dividen dari BUMN sudah Rp 42,9 triliun,” tuturnya.
Sumber : money.kompas.com
Leave a Reply