Hasil ekstensifikasi tak maksimal, Ditjen Pajak mulai intensidikasi untuk kejar penerimaan pajak
Upaya ekstensifikasi yang dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) mendulang tanya. Pasalnya, jumlah penambahan wajib pajak dari upaya tersebut, justru kian merosot. Padahal, pemerintah memasang target pajak tinggi setiap tahunnya.
Ekstensifikasi adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak terhadap wajib pajak yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif, namun belum mendaftarkan diri untuk diberikan nomor pokok wajib pajak (NPWP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kegiatan ekstensifikasi dila kukan berdasarkan data dan atau informasi, yang meliputi data eksternal, data internal, dan data yang diperoleh dari kegiatan pengumpulan data lapangan (KPDL).
Berdasarkan data dalam Laporan Tahunan DJP yang diunggah setiap tahun, jumlah wajib pajak baru yang berhasil terdaftar dari upaya ekstensifikasi justru, terutama pasca pandemi.
Pada tahun 2019 misalnya, penambahan wajib pajak baru mericapai 1,26 juta, lebih tinggi dibanding tahun 2017 dengan penambahan wajib pajak sebanyak 699.566 dan tahun 2018 sebanyak 1,04 juta.
Namun, saat pandemi Covid-19, ekstensifikasi hanya menghasilkan penambahan wajib pajak 112.519, turun signifikan dari tahun sebelumnya. Tren penurunan berlanjut ke 2021 dan 2022 dengan penambahan wajib pajak masing-masing sebanyak 30.927 dan 34.599 wajib pajak baru.
Sedang tahun 2023, eksten sifikasi menghasilkan penambahan 73.631 wajib pajak baru. Meski lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, tapi jumlah itu belum mampu menyamai level 2017 hingga 2020. Malah 2024, penambahan wajib pajak baru hanya 72.640, turun dari tahun sebelumnya.
Padahal, hampir setiap tahun, target penerimaan pajak meningkat. Tahun ini misalnya, target penerimaan pajak yang dipatok Rp 2.189,3 triliun, naik lebih dari 13% dibanding realisasi tahun lalu. Sementara realisasi pajak 2024 tercatat Rp 1.932,4 triliun, naik 3,5% secara tahunan.
Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menilai, Ditjen Pajak hingga saat ini terlalu fokus pengawasan ke wajib pajak yang terdaftar dan potensial, daripada menjangkau wajib pajak baru. Ibaratnya berburu di kebun binatang.
Ia mengungkapkan bahwa pola pengawasan yang dilakukan saat ini tidak jauh berbeda dari pendekatan lama yang berfokus pada wajib pajak besar yang sudah terdaftar. Padahal, potensi penerimaan negara bisa meningkat signifikan jika petugas pajak lebih proaktif menyisir lapangan.
Kualitas data
Sementara itu, Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyoroti rendahnya jumlah wajib pajak orang pribadi yang masuk dalam sistem. Walaupun hal ini bukan menjadi satu-satunya penyebab rasio penerimaan pajak Rl masih rendah.
Menurutnya, salah satu hambatan terbesar dalam meningkatkan basis pajak adalah buruknya kualitas data. “Terkadang antar instansi pun datanya berbeda. Permasalahan data ini kemudian berdampak pada penerimaan pajak, khususnya ekstensifikasi. Kita akui, sebagian besar aktivitas ekonomi kita tidak terdata dengan baik,” kata Fajry kepada KONTAN, Rabu (14/5).
Menurut Fajry, upaya memperluas basis pajak melalui ekstensifikasi tetap penting, khususnya untuk wajib pajak orang pribadi. Ia menekankan, ekstensifikasi hanya akan efektif bila didukung oleh data yang andal dan akurat, baik dari pihak ketiga maupun data lapangan.
Meski begitu, struktur ekonomi domestik menjadi hal yang paling berpengaruh terhadap rendahnya rasio penerimaan pajak (tax ratio) Indonesia. Mengingat, jumlah penduduk berpendapatan rendah di Indonesia jauh lebih besar.

Sumber : Harian Kontan, Kamis 15 Mei 2025, Hal 2

WA only
Leave a Reply