Perlu Insentif Agar Ekonomi Bergulir

Pemerintah diminta menggelontorkan lagi insentif di tengah lesunya ekonomi Tanah Air. Insentif yang diharapkan terutama yang bisa mengungkit konsumsi rumah tangga dan membuat dunia usaha bergeliat lagi.

Pertama, insentif pajak yang menyasar pelaku usaha. Menurut Kepala Pusat Makro Ekonomi dan Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman, pemerintah perlu merelaksasi kembali tarif pajak penghasilan (PPh) final bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), yang selama ini menyerap sekitar 97% tenaga kerja.

“Relaksasi pajak diharapkan dapat meningkatkan likuiditas sektor tersebut dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja,” kata Rizal, Kamis (15/5).

Selain itu, keringanan pajak korporasi dan pajak daerah juga diperlukan, khususnya menyasar sektor-sektor padat karya tekstil, alas kaki, dan furnitur yang saat ini tertekan. Relaksasi pajak tersebut diharapkan juga bisa menahan angka PHK.

Kedua, insentif nonpajak menyasar individu. Menurut Rizal, pemerintah juga perlu memberi subsidi energi dan transportasi yang tepat sasaran guna meredam tekanan inflasi di kelompok masyarakat menengah bawah. Dengan catatan, keberlanjutan fiskal tetap diperhatikan.

“Program peningkatan keterampilan, baik reskilling maupun upskilling, melalui penguatan program Kartu Prakerja maupun pelatihan vokasi, harus diperluas,” tambah Rizal.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menilai, pemerintah perlu memperluas pajak pertambahan nilai (PPN) untuk properti. “Selama ini kan masih yang dibawah Rp 2 miliar, mungkin diperluas ke yang di atas Rp 2 miliar,” kata Bob.

Menurut Bob, jika pemerintah memberikan insenif tersebut, masyarakat kelas atas menjadi tertarik untuk berbelanja. Terlebih sektor properti bisa memberikan efek berganda yang besar.

Sementara untuk mendorong daya beli masyarakat, Bob menyarankan pemerintah memperluas batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp 10 juta per bulan, dari yang saat ini sebesar Rp 4,5 juta per bulan.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jakarta Diana Dewi mengusulkan pemerintah kembali menerapkan kebijakan saat pandemi Covid 19, mulai dari pembebasan pajak penghasilan (PPh) 22 impor, diskon PPh 25, juga PPh final jasa kontruksi ditanggung pemerintah (DTP).

Sementara dari sisi nonpajak, pihaknya berharap pemerintah melakukan relaksasi aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga pelonggaran aturan impor.

Sumber : Harian Kontan, Juma’at 16 Mei 2025 (Hal. 2)

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only