Pajak Rumah Tapak Bakal Dinaikkan, Pengamat: Enggak Tepat!

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan pemerintah tidak tepat apabila hendak menaikkan pajak dari rumah tapak bersubsidi. Bagi Trubus, bea pajak masyarakat sudah terlampau banyak.

“Kalau misalnya menaikkan pajak, menurut saya enggak tepat itu. Rakyat sudah terlalu berat kan karena sudah banyak sekali pajak-pajak kita kan,” ungkap Trubus saat dihubungi Beritasatu.com, Senin (16/6/2025). 

Trubus mengatakan, sebaiknya pemerintah berfokus pada pembangunan rumah rusun dengan tawaran promo yang menarik bagi masyarakat. Apabila memang diharapkan masyarakat beralih ke rusun, daripada berdomisili di rumah tapak. 

“Rusunnya aja yang disubsidi, mungkin digratiskan atau apa gitu, kalau selama tahun pertama. Kalau tahun kedua nanti bayar berapa persen begitu. Bisa aja untuk insentifnya,” terang Trubus. 

Sementara itu, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan wacana kebijakan menaikkan tarif pajak rumah dari pemerintah, tampak jauh dari sila kelima Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

“Pajak seharusnya digunakan untuk mengoreksi ketimpangan, bukan memperparahnya,” ujar Achmad dalam keterangan tertulisnya. 

Selain itu, Achmad mengatakan pengenaan pajak rumah tapak sebaiknya diarahkan bagi pemilik properti yang justru menambah harga jual tanah sejauh ini. 

“Yang harus dikenakan beban lebih adalah mereka yang memiliki banyak rumah untuk disewakan, properti menganggur yang dibiarkan kosong sebagai instrumen spekulasi, atau rumah mewah yang dijadikan portofolio investasi,” tegas Achmad. 

Sebelumnya, meski insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) terus diperpanjang untuk penyerahan rumah tapak dan rumah susun (apartemen), tetapi pasar hunian vertikal masih tak berdaya. Sebagian besar pengembang juga masih menunda pembangunan proyek apartemen baru, penyerapan unit rendah dan harga sewa cenderung stabil.

Riset yang dilakukan Colliers Indonesia mengungkapkan minimnya peluncuran proyek apartemen baru berkorelasi dengan banyaknya inventory apartemen yang belum terjual yakni mencapai sekitar 27.000 unit di kuartal I 2025.

Penyerapan berada di level 87,8%. Dari jumlah 162 unit yang terjual pada kuartal I tahun ini, sekitar 90% merupakan proyek existing (yang sudah terbangun). Sementara itu, dalam tiga tahun terakhir, yield sewa apartemen relatif stabil di besaran 4%. 

Sedangkan Knight Frank Indonesia memperkirakan pergerakan transaksi apartemen masih belum agresif di 2025. Pelemahan pasar tercermin dari 31% proyek apartemen yang menunda pembangunan. Hingga akhir 2024, dilaporkan masih terdapat banyak unit apartemen eksisting yang belum terserap pasar, mayoritas di apartemen menengah yang berlokasi di luar kawasan pusat bisnis atau central business district (CBD) Jakarta.

Sumber : beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only