Tiga Sebab Penerimaan Pajak bakal Meleset Rp 112,4 Triliun dari Target

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi penerimaan pajak sepanjang 2025 bakal meleset Rp 112,4 triliun dari target awal. Menurut dia hilangnya potensi pajak tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.

Prediksi tersebut berdasarkan paparan bendahara negara saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis, 3 Juli 2025 lalu. Sri menyatakan penerimaan perpajakan dari target Rp 2.189,3 triliun kemungkinan hanya tercapai Rp 2.076,9 triliun. “Atau 94,9 persen atau dibulatkan 95 persen (dari target),” ujarnya, seperti dikutip dari laman YouTube komisi XI DPR, Ahad, 6 Juli 2025.

Dia menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan penerimaan pajak meleset dari target. Pertama adalah kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang batal diterapkan terhadap banyak barang atau hanya diberlakukan terbatas.

Menurut Sri Mulyani, kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen seharusnya menambah penerimaan Rp 70 triliun. “Kita tidak mendapatkan itu karena hanya diberlakukan pada barang mewah,” ucapnya.

Alasan selanjutnya adalah adanya berbagai stimulus perpajakan yang tetap diberlakukan pemerintah. Terakhir, disebabkan oleh beberapa harga komoditas semisal produksi minyak yang dibawa asumsi yang ditetapkan.

Bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyatakan bahwa harga komoditas yang lebih rendah dari asumsi juga memengaruhi penerimaan perpajakan. “Namun Dirjen (direktur jenderal) pajak baru sedang fokus untuk melihat dengan tetap mencoba memitigasi penerimaan pajak agar tidak terlalu jauh dari target APBN,” ujarnya.

Pada Juni lalu, Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan pajak selama lima bulan berjalan di tahun 2025 sebesar Rp 683,3 triliun. Ekonom senior Bright Institute Awalil Rizky mengatakan realisasi itu lebih rendah dibanding tahun 2022, 2023 dan 2024. 

Awalil mengatakan kinerja itu merupakan 31,20 persen dari target APBN 2025. Capaian tersebut termasuk yang terendah selama ini dan lebih rendah dari saat pandemi 2020 yang sebesar 35,45 persen. 

Ia menambahkan, pada tahun lalu, penerimaan perpajakan dan penerimaan pajak tidak mencapai target atau shortfall. “Dari realisasi lima bulan ini, maka kemungkinan besar juga demikian dan bahkan bisa lebih buruk,” ujarnya.

Menurut Awalil, penerimaan pajak yang buruk memperkuat indikasi bahwa perekonomian sedang tidak baik-baik saja. Termasuk penurunan daya beli masyarakat yang masih berlangsung, melanjutkan tren kondisi tahun lalu.

Sumber : tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only