Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 50/2025 turut memuat klausul penunjukan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang berkedudukan di luar negeri sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi aset kripto.
Penyelenggara PMSE yang berkedudukan di luar negeri dapat ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 bila sudah memenuhi kriteria tertentu atau memilih untuk ditunjuk sebagai pemungut pajak.
“Kriteria tertentu … meliputi: nilai transaksi dengan pemanfaat jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi aset kripto oleh penjual aset kripto di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan; dan/atau jumlah trafik atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan,” bunyi Pasal 18 ayat (2) PMK 50/2025, dikutip pada Rabu (30/7/2025).
Penentuan batasan nilai transaksi dan trafik serta penunjukan penyelenggara PMSE sebagai pemungut PPh Pasal 22 dilaksanakan oleh dirjen pajak selaku pejabat yang memperoleh delegasi dari menteri keuangan.
Bila penjual aset kripto memperoleh penghasilan dari transaksi aset kripto yang dilakukan melalui penyelenggara PMSE luar negeri maka PPh Pasal 22 bersifat final yang dikenakan adalah sebesar 1%, bukan sebesar 0,21% sebagaimana diatur dalam Pasal 12 PMK 50/2025.
Tak hanya itu, dalam hal penghasilan dari transaksi aset kripto melalui penyelenggara PMSE luar negeri telah dikenai PPh luar negeri oleh yurisdiksi lain, PPh dimaksud juga tidak bisa dikreditkan.
“Dalam hal atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penjual aset kripto…yang dilakukan melalui sarana elektronik yang disediakan oleh penyelenggara PMSE…telah dikenai PPh luar negeri oleh negara atau yurisdiksi yang menjadi sumber penghasilan di luar negeri, atas PPh luar negeri tersebut tidak dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia,” bunyi pasal 20 ayat (3).
Apabila penyelenggara PMSE luar negeri selaku pemungut pajak tidak melaksanakan kewajiban pemungutan PPh Pasal 22 final sebesar 1%, pemungut akan dikenai sanksi sesuai dengan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Untuk diperhatikan, penjual aset kripto yang melakukan transaksi melalui penyelenggara PMSE luar negeri juga harus menyetorkan dan melaporkan sendiri PPh Pasal 22 final sebesar 1% melalui SPT Masa PPh Unifikasi.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan menerbitkan PMK 50/2025 dalam rangka menyesuaikan perlakuan pajak, baik PPN maupun PPh, atas transaksi aset kripto. Melalui PMK 50/2025, pemerintah resmi mengecualikan penyerahan aset kripto dari pengenaan PPN.
“Atas penyerahan aset kripto yang dipersamakan dengan surat berharga tidak dikenai PPN,” bunyi pasal 2 ayat (1).
Sebelumnya, aset kripto dikategorikan sebagai komoditas sehingga penyerahannya dikenai PPN dengan besaran tertentu sebesar 0,11%.
Namun, perlu dicatat, bahwa tarif PPh Pasal 22 final atas penjualan aset kripto ditetapkan naik dari 0,1% menjadi 0,21%. PPh Pasal 22 ini wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penyelenggara PMSE.
PMK 50/2025 telah diundangkan pada 28 Juli 2025 dan dinyatakan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Sumber : news.ddtc.co.id
Leave a Reply