Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah menandatangani adendum berita acara serah terima (BAST) terkait peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, pekan lalu.
Penandatanganan adendum BAST ini menegaskan kelanjutan proses peralihan tugas pengawasan aset keuangan digital yang dimulai pada 10 Januari 2025. Selain menjalankan amanat UU Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK), adendum ini juga memperluas ruang lingkup pengawasan OJK, termasuk terhadap derivatif aset kripto.
“Penandatanganan adendum BAST bukan semata proses administratif, tetapi merupakan momentum strategis untuk memperkuat fondasi ekosistem aset keuangan digital nasional,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi, dikutip pada Senin (4/8/2025).
Hasan mengatakan pengembangan ekosistem aset digital, termasuk derivatif aset kripto, perlu tetap memperhatikan aspek kehati-hatian, pengelolaan risiko, serta perlindungan konsumen, agar tidak menimbulkan ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan nasional.
Sementara itu, Kepala Bappebti Tirta Karma Senjaya menyampaikan pentingnya aspek keamanan dalam pengawasan aset digital.
“Yang paling penting adalah keamanan. Karena aset kripto berbasis teknologi terbuka seperti blockchain, maka keamanan tetap harus menjadi prioritas utama, selain efisiensi,” ujarnya.
Menurutnya, Bappebti akan terus mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang OJK dalam pengawasan aset keuangan digital serta derivatif aset kripto sesuai dengan amanat UU P2SK.
Penandatanganan adendum BAST ini dinilai akan memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk derivatif aset kripto, telah sepenuhnya beralih dari Bappebti ke OJK.
Ketentuan Pemajakan Aset Kripto
Pemerintah baru-baru ini juga telah menerbitkan 3 peraturan baru mengenai perlakuan pajak atas transaksi aset kripto, yakni PMK 50/2025, PMK 53/2025, dan PMK 54/2025. Ketentuan ini mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.
Berdasarkan aturan terbaru, aset kripto dikategorikan sebagai aset keuangan yang dipersamakan surat berharga sehingga tidak lagi dikenakan PPN. Meskipun demikian, penghasilan yang diperoleh dari transaksi aset kripto tetap dikenai PPh final Pasal 22.
Besaran tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan adalah sebesar 0,21% dari nilai transaksi apabila dilakukan melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri, dan sebesar 1% apabila transaksi dilakukan melalui PPMSE luar negeri.
Adapun aktivitas yang dilakukan oleh PPMSE dan penambang kripto dikenakan PPN dan PPh atas jasa yang diberikan. Atas jasa penyediaan sarana elektronik, PPN dikenakan atas nilai lain sebesar 11/12 dari penggantian (komisi/imbalan), sedangkan jasa verifikasi oleh penambang dikenakan PPN dengan besaran tertentu dan PPh berdasarkan tarif umum.
Sumber : news.ddtc.co.id
Leave a Reply