Pemerintah melalui PMK 50/2025 mengatur bahwa kegiatan menamabang (mining) aset kripto kini tidak lagi kena PPh final yang semula tarifnya sebesar 0,1%.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan kegiatan menambang aset kripto bukan transaksi jual beli. Oleh karena itu, penghasilan yang diterima penambang kripto dikenakan PPh berdasarkan tarif umum.
“Kenapa mining ini tidak kita PPh finalkan lagi, pertama, waktu itu kita memang mau supaya mining itu masuk ke sistem pemajakan dulu pada 2022,” ujarnya, dikutip pada Senin (4/8/2025).
Yoga menjelaskan PMK 50/2025 mengubah beberapa skema pemajakan transaksi kripto yang dulu diatur pada 2022. Khusus penambangan kripto, sambungnya, pemajakannya disesuaikan dengan karakteristik proses bisnisnya.
Karena penambang kripto bukan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), yang notabene melakukan transaksi kripto, maka tidak dikenakan PPh yang bersifat final.
“Mining itu sebenarnya bukan jual beli, dia usaha, kayak perusahaan biasa, yang modalnya gede banget, segala macam. Kita kembalikan kepada substansinya, proses bisnisnya, karakteristiknya, bahwa ini kan bukan seperti investor jual beli itu,” tutur Yoga.
Selain mengatur mengenai PPh, PMK 50/2025 juga mengatur perlakuan pengenaan PPN yang terutang atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto.
Dalam beleid itu, penambang kripto dikenakan PPN besaran tertentu sebesar 2,2% atas transaksi aset kripto. Tarif PPN itu lebih tinggi dari aturan sebelumnya yang sebesar 1,1%.
“Untuk mining ini yang PPN besaran tertentu, selama ini kita pertahankan, cuma dinaikkan saja,” tutup Yoga.
Sumber : news.ddtc.co.id
Leave a Reply