Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai perubahan ketentuan pajak atas aset kripto akan mendorong pengembangan industri kripto di dalam negeri.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan penerbitan PMK 50/2025 menjadi bentuk reformasi kebijakan pajak atas aset kripto. Dengan perubahan perlakuan pajak tersebut, daya saing industri kripto nasional juga diharapkan terus menguat.
“Pada prinsipnya kami menyambut baik telah terbitnya PMK 50/2025 yang kami pandang sebagai bagian dari reformasi fiskal dalam upaya untuk memberikan kepastian dan pengaturan atas aset kripto,” katanya, dikutip pada Selasa (5/8/2025).
Pemerintah baru-baru ini juga telah menerbitkan 3 peraturan baru mengenai perlakuan pajak atas transaksi aset kripto, yakni PMK 50/2025, PMK 53/2025, dan PMK 54/2025. Ketentuan tersebut mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.
Hasan mengatakan aset kripto kini dikategorikan sebagai aset keuangan yang dipersamakan surat berharga sehingga tidak lagi dikenakan PPN. Meskipun demikian, penghasilan yang diperoleh dari transaksi aset kripto tetap dikenai PPh final Pasal 22.
Besaran tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan adalah sebesar 0,21% dari nilai transaksi apabila dilakukan melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri, dan sebesar 1% apabila transaksi dilakukan melalui PPMSE luar negeri.
Menurutnya, perbedaan besaran tarif PPh Pasal 22 tersebut mengindikasikan keberpihakan pemerintah terhadap penggunaan platform berizin pelaku domestik.
“Tentu harapannya berbagai pihak terus akan mengedepankan berbagai kebijakan dan juga insentif bagi industri aset keuangan digital dan aset kripto domestik, yang kalau kita lihat kondisinya memang masih memerlukan terus dukungan, terutama dalam fase awal pengembangannya ini,” ujarnya.
Hasan menegaskan OJK mendorong semua pihak terus memastikan terciptanya level of playing field yang sehat bagi industri kripto nasional agar dapat bersaing dengan ekosistem sejenis di regional dan global.
Tidak hanya dari sisi kebijakan fiskal, OJK telah memberikan dukungan terhadap kelangsungan usaha dan pengembangan dari industri penyelenggara aset keuangan digital domestik. Misal, melalui pemberian insentif berupa penyesuaian kewajiban pungutan tahunan bagi penyelenggara di sektor inovasi teknologi sektor keuangan, aset keuangan digital, dan aset kripto.
OJK telah membuat penyesuaian pungutan yang berlaku selama 5 tahun pertama, dimulai dengan penerapan tarif pungutan 0% untuk tahun pertama pada 2025 ini.
“Karenanya penting bagi kita semua untuk memonitor dan melakukan evaluasi atas implementasi PMK 50/2025 ini secara berkelanjutan agar penerapan kebijakan ini benar-benar mampu mendorong penyelenggaraan perdagangan aset kripto yang sehat dan kompetitif,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Hasan turut memaparkan perkembangan aktivitas transaksi aset kripto di Indonesia hingga akhir Juni 2025. Jumlah konsumen aset kripto pada Juni 2025 berada dalam tren peningkatan yaitu mencapai angka 15,85 juta.
Angka ini meningkat 5,18% dibandingkan dengan posisi Mei 2025 yang sebanyak 15,07 juta konsumen.
Adapun untuk nilai transaksi aset kripto pada periode Juni 2025 tercatat sebesar Rp32,31 triliun atau turun dari posisi bulan sebelumnya senilai Rp49,57 triliun. Total nilai transaksi aset kripto hingga Juni 2025 telah mencapai Rp224,11 triliun.
Menurutnya, berbagai data ini menunjukkan kepercayaan konsumen terus terjaga dan kondisi pasar yang terjaga dengan baik.
Sumber : news.ddtc.co.id
Leave a Reply