Kejar Penerimaan 2026, WP Grup dan HWI Masih Jadi Prioritas Pengawasan

Pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 memasang target penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas senilai Rp1.209,36 triliun. Angka ini utamanya akan ditopang oleh PPh nonmigas dengan target setoran senilai Rp1.154,12 triliun.

Pemerintah dalam mengusulkan target tersebut telah mempertimbangkan kinerja penerimaan pada tahun sebelumnya. Selain itu, pemerintah juga bakal terus mendorong optimalisasi kegiatan joint program yang fokus mengawasi wajib pajak grup dan high wealth individual (HWI).

“Dengan memperhatikan capaian tahun-tahun sebelumnya, proyeksi perekonomian tahun 2026 dan optimalisasi kebijakan teknis perpajakan seperti kegiatan joint program serta peningkatan efektivitas pengawasan dengan fokus kepada wajib pajak grup dan HWI, penerimaan PPh nonmigas diproyeksikan sebesar Rp1.154,12 triliun dengan total penerimaan PPh senilai Rp1.209,36 triliun,” tulis pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2026, dikutip pada Rabu (20/8/2025).

Untuk diketahui, target penerimaan PPh yang senilai Rp1.209,36 triliun dalam RAPBN 2026 hanya naik tipis 0,01% dibandingkan dengan target APBN 2025 sebesar Rp1.209,27 triliun. Namun, target tahun depan akan naik sebesar 16,11% dari outlook 2025 yang hanya senilai Rp1.041,59 triliun.

Usulan target penerimaan PPh nonmigas dalam RAPBN 2026 juga meningkat tipis sebesar 0,67% dari target APBN 2025 senilai Rp1.146,43 triliun. Namun, angka itu naik 16,87% dibandingkan dengan outlook 2025 yang diprediksi hanya mencapai Rp987,51 triliun.

Sebagaimana disampaikan, pemerintah optimistis memasang target PPh nonmigas itu karena berkaca pada pertumbuhan penerimaan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023, capaian PPh nonmigas mampu tumbuh 7,8%, sedangkan pada 2024 tumbuh 0,4%.

Sementara pada akhir 2025, pemerintah memprediksi penerimaan PPh nonmigas hanya tumbuh tipis 0,1%. Pertumbuhan itu didukung stabilitas ekonomi nasional, meski ada sejumlah tantangan tahun ini.

Tantangan yang dimaksud antara lain dampak dari implementasi kebijakan tarif efektif rata-rata (TER), penurunan profitabilitas usaha di sektor komoditas, dan penerimaan yang masih tercatat pada deposit di komponen pajak lainnya.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only