Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal mendorong penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital semisal perdagangan kripto yang terus melonjak pesat.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal tak memungkiri, peluang dari ekonomi digital sangat besar. Terlihat dari kontribusi sektor jasa terhadap produk domestik bruto (PDB) di 2024 sebesar 54,95 persen, dengan pertumbuhan transaksi yang sangat signifikan.
“Tahun kemarin, tahun 2024 yang lalu, total nilai transaksi ekonomi digital itu sudah Rp 1.454 triliun, dengan pertumbuhan 6,6 persen (terhadap PDB),” jelas Yon dalam webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Memitigasi pertumbuhan tersebut, pemerintah telah menyiapkan tiga kebijakan baru untuk menopang penerimaan negara, terkait dengan pajak digital, pajak kripto, dan pajak minimum global.
Untuk pajak digital, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Regulasi ini memfasilitasi wajib pajak yang berdagang melalui platform online.
“Kalau selama ini wajib pajak yang berdagang di platform itu harus menghitung, melapor dan menyetorkan sendiri pajak yang terhutang, maka saat ini kemudian platform tersebut yang melakukan pemotong dan kemudian menyetorkannya ke kantor pajak,” jelasnya.
Rumus Pungutan Pajak Digital
Melalui PMK Nomor 37 Tahun 2025, perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) menunjuk platform e-commerce untuk memungut pajak digital sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto penjualan.
“Bagi para pedagang-pedagang yang ada di platform, itu dapat dijadikan kredit pajak bagi yang omzetnya di atas Rp 4,8 miliar. Dan bagi yang wajib pajak yang UMKM, kalau memenuhi kriteria untuk 0,5 persen, tentu ini menjadi kemudahan karena mereka tidak harus menghitung sendiri,” sebutnya.
Sementara untuk pajak kripto, diatur melalui PMK Nomor 50 Tahun 2025. Untuk memfasilitasi berpindahnya pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pajak Kripto dan Global Minimum Tax
“Untuk yang terdaftar di OJK kita atur yaitu 0,21 persen. Nah, untuk kripto yang diperdagangkan di luar negeri, maka kemudian dipungut oleh PMSN luar negeri dengan tarif 1 persen,” terang Yon.
Sedangkan untuk pajak minimum global (global minimum tax) diatur dalam PMK Nomor 136 Tahun 2024. Kementerian Keuangan saat ini tengah berkoordinasi lintas stakeholder untuk menyusun skema insentif bagi para pelaku industri.
“Sejalan dengan implementasi global minimum tax, maka yang paling penting, kita saat ini sedang berdiskusi juga dengan para stakeholder dan yang lain, dari kementerian dan lembaga, tentu juga termasuk dengan industri dan asosiasi, untuk memetakan dan memastikan skema insentif yang paling tepat dan paling cocok,” tuturnya.
Sumber : liputan6.com
Leave a Reply