Pemerintah Terapkan PPh Final UMKM 0,5% Tanpa Batas Waktu, Begini Dampaknya

Pemerintah berencana menerapkan skema permanen insentif pajak penghasilan (PPh) final bagi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Orang Pribadi (OP) dan Perseroan Perorangan dengan tarif 0,5%, tanpa batasan waktu.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menilai, kebijakan ini mencerminkan arah reformasi fiskal yang lebih inklusif dan pro-pertumbuhan.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 dan PP Nomor 55 Tahun 2022 yang mengatur PPh final bagi UMKM, sebelumnya tarif PPh final UMKM memiliki batas waktu. Kini, pemerintah ingin memberikan kepastian dan kemudahan jangka panjang bagi pelaku usaha kecil yang masih berjuang menjaga arus kas dan daya saing.

“Pendekatan berbasis omzet ini memang sederhana dan efisien secara administrasi, sehingga dapat memperluas basis wajib pajak, mendorong formalisasi usaha, serta meningkatkan daya beli dan sirkulasi ekonomi di sektor akar rumput yang menjadi penopang utama konsumsi domestik,” tutur Rizal kepada Kontan, Minggu (2/11/2025).

Meski demikian, Rizal menilai kebijakan ini memiliki implikasi struktural yang perlu diwaspadai. Menurutnya, skema pajak berbasis omzet cenderung bersifat regresif dan dapat menimbulkan efek lock-in, di mana pelaku usaha memilih tetap kecil secara administratif agar terus menikmati tarif rendah.

Fenomena ini, kata Rizal, berpotensi memunculkan fragmentasi usaha dan menekan semangat naik kelas. Dari sisi fiskal, ia menilai potensi penerimaan pajak jangka panjang bisa berkurang jika tidak disertai evaluasi berkala dan mekanisme pengawasan anti-fragmentasi yang ketat.

Oleh karena itu, Rizal menyebut skema permanen ini idealnya dilengkapi sunset review setiap tiga tahun untuk menilai efektivitasnya terhadap kepatuhan, penerimaan, dan mobilitas vertikal UMKM dalam sistem ekonomi formal.

Sementara itu, pemerintah juga akan memperpanjang pemberlakuan tarif PPh final 0,5% bagi sektor UMKM koperasi hingga tahun pajak 2029.

Rizal menilai, kebijakan berbeda untuk UMKM koperasi menunjukkan bahwa insentif tersebut bersifat transisi, bukan fasilitas permanen. Koperasi, menurutnya, perlu naik kelas menuju rezim pembukuan penuh agar tata kelola, transparansi, dan perhitungan Sisa Hasil Usaha (SHU) menjadi lebih akuntabel.

Pendekatan ini, lanjut Rizal, juga menjaga keadilan fiskal antara koperasi kecil dan besar, sekaligus memperkuat disiplin kelembagaan. Dengan demikian, arah kebijakan pajak ini akan lebih produktif apabila disertai penguatan tata kelola, digitalisasi pembukuan, dan sistem pengawasan yang terintegrasi.

“Sehingga keringanan pajak tidak hanya meringankan beban usaha kecil, tetapi juga mendorong pertumbuhan yang sehat, adil, dan berkelanjutan,” tandasnya. 

Sumber : nasional.kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only