KEJAKSAAN Agung tengah menyelidiki dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Fokus perkara merupakan pegawai pajak yang diduga memperkecil kewajiban pembayaran pajak perusahaan melalui praktik tawar-menawar dan kesepakatan gelap dengan perusahaan atau wajib pajak. Kasus ini mencakup periode 2016-2020, dan Kejaksaan sudah melakukan penggeledahan di kantor dan rumah para terduga pada pekan lalu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Anang Supriatna, menjelaskan bahwa perkara ini masih tahap penyidikan umum. “Masih penyidikan umum,” kata dia, Selasa, 18 November 2025.
Lantas, bagaimana modus operandi dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak ini? Berikut bagaimana modus itu bekerja dan apa perbedaan antara koreksi pajak yang legal dan pengurangan pajak yang melanggar hukum.
Anang menuturkan, perkara ini berbeda dari proses koreksi pajak yang lazim. “Ada kesepakatan dan ada pemberian itu. Suap lah, memperkecil dengan tujuan tertentu,” ujarnya kepada Tempo saat ditemui Senin, 17 November 2025.
Bagaimana Modus “Diskon Pajak” Bekerja?
Skema korupsi yang sedang ditelisik Kejaksaan melibatkan praktik bargaining antara terduga pegawai pajak dan wajib pajak. Anang menjelaskan bahwa pelanggaran terjadi ketika pelaku secara sengaja menurunkan nilai pajak, tidak berdasarkan data atau klarifikasi yang sah, melainkan karena adanya kesepakatan dan pemberian uang.
Ia pun mengilustrasikan modus pada dugaan korupsi pengurangan wajib pajak ini. “Umpamanya harusnya kena Rp 30 miliar, dia kenakan cuma Rp 5-10 miliar. Dia kasih doang 2 miliar, selamat Rp 18 miliar,” katanya.
Dalam skema ini, oknum pegawai pajak:
- Menawarkan “potongan” nilai pajak kepada perusahaan atau wajib pajak.
- Menurunkan nilai kewajiban jauh di bawah yang seharusnya.
- Menerima suap sebagai kompensasi atas pengurangan tersebut.
Praktik itu merugikan negara sekaligus mematikan fungsi pengawasan fiskus.
Apa Bedanya dengan Koreksi Pajak yang Legal?
Koreksi pajak sejatinya dapat terjadi secara wajar. Wajib pajak memiliki hak untuk memberikan klarifikasi, menunjukkan bukti pengeluaran, dan menjelaskan data keuangan.
Anang memberi contoh koreksi yang sah:“Kalau memperkecil kemudian dengan ketentuan yang benar, misalnya dikenakan Rp 10 miliar, ternyata setelah dicek, bayarnya cuma Rp 7 atau Rp 8 miliar.”
Perbedaan utamanya:
- Koreksi legal: berdasarkan dokumen, bukti, dan proses klarifikasi sesuai ketentuan.
- Koreksi ilegal: menghasilkan nilai pajak yang tidak sesuai fakta dan terjadi setelah deal serta pemberian uang.
Oleh karena itu, yang menjadi fokus Kejaksaan adalah tindakan memperkecil pajak yang tidak memiliki dasar pembuktian, melainkan karena transaksi suap.
Kenapa Kasus Ini Muncul Sekarang?
Hasil penyidikan awal mendorong Kejaksaan melakukan serangkaian penggeledahan. Anang membenarkan operasi itu, “Benar ada tindakan hukum berupa penggeledahan di beberapa tempat terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi Memperkecil Kewajiban Pembayaran Perpajakan Perusahaan/Wajib Pajak Tahun 2016-2020 oleh Oknum/Pegawai Pajak pada Direktorat Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia.”
Ia mengatakan, penggeledahan berlangsung di rumah dan kantor pegawai Ditjen Pajak. Kejaksaan masih mendalami struktur relasi antara pegawai pajak dengan wajib pajak, termasuk pihak-pihak perantara.
Kejaksaan telah memeriksa sejumlah saksi.“Saksi sudah diperiksa, ada beberapa orang,” kata Anang. Ada saksi datang ke Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), namun penyidik juga mendatangi saksi. Meski demikian, Kejaksaan belum mengumumkan jumlah saksi dan siapa saja yang diperiksa dalam kasus ini.
Apa Selanjutnya?
Penyidik masih memetakan beberapa hal. Mulai dari siapa pegawai pajak yang terlibat, nilai kerugian negara akibat pengurangan pajak ilegal, pola hubungan antara pegawai pajak dan wajib pajak, dan kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk konsultan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Rosmauli, menyatakan institusinya mendukung proses hukum yang berjalan di Kejagung.
“Kami menghormati sepenuhnya proses hukum yang berjalan secara independen, dan kami percaya bahwa penegakan hukum merupakan bagian penting dalam menjaga integritas institusi kami,” ujarnya kepada Tempo saat dihubungi Selasa, 18 November 2025.
Ia mengatakan bahwa DJP akan menyampaikan perkembangan bila informasi resmi sudah tersedia, “Kami akan menyampaikan perkembangan lebih lanjut apabila sudah tersedia informasi resmi yang dapat disampaikan kepada publik.”
Sumber : tempo.co

WA only
Leave a Reply