Realisasi penerimaan pajak tahun ini diperkirakan tak mencapai target alias mengalami shortfall. Bahkan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut shortfall penerimaan pajak tahun 2025 berpotensi melebar. Sebagai gambaran, realisasi penerimaan pajak hingga November 2025 tercatat Rp 1.634,43 triliun. Realisasi ini baru setara 78,7% dari outlook penerimaan pajak 2025 yang senilai Rp 2.076,9 triliun.
Padahal outlook tersebut juga sudah lebih rendah dibandingkan target awal penerimaan pajak dalam APBN 2025 yang dipatok Rp 2.189,31 triliun. Realisasi penerimaan pajak yang diperkirakan di bawah target bisa mendatangkan ancaman serius bagi kelangsungan fiskal. Maklum saja, penerimaan pajak adalah tulang punggung penerimaan negara. Tahun ini saja penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp 2.189,3 triliun, atau setara 72% dari target total pendapatan negara 2025 yang senilai Rp 3.005 triliun.
Ancaman fiskal di depan mata adalah efek ke defisit anggaran yang bisa saja membesar andai penerimaan negara yang lain tak bisa menutup kekurangan penerimaan pajak. Defisit APBN bisa membesar karena pos belanja negara tetap sesuai rencana atau bahkan lebih, sementara penerimaan negara berkurang lanatran penerimaan pajak yang meleset dari target.
Menkeu Purbaya pun menduga defisit APBN 2025 berpotensi melebar seiring dengan tekanan pada penerimaan pajak tersebut. Data terbaru per November 2025, menurut hitungan Kementerian Keuangan, defisit APBN mencapai 2,35% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp 560,3 triliun. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan defisit APBN per Oktober 2025 yang sebesar 2,02% PDB.
Selain memberi tekanan ke fiskal, shortfall pajak sebetulnya juga menjadi penanda bahwa perekonomian Indonesia belum sepenuhnya membaik. Ambil contoh, penurunan penerimaan pajak konsumsi yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar 6,6% per November 2025, seperti menegaskan bahwa pelemahan daya beli masyarakat masih memberi tekanan. Tekanan berat juga masih dihadapi dunia usaha. Tercermin dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) badan yang menyusut 9% menjadi Rp 263,58 triliun pe November 2025.
Dua hal ini seharusnya menjadi sinyal bagi pemerintah, bahwa persoalan penerimaan pajak bukan semata soal administrasi atau kepatuhan, melainkan cerminan kondisi ekonomi rill yang sedang menghadapi tekanan. Ketika konsumsi melemah dan dunia usaha menahan ekspansi, ruang nrgara untuk memungut pajak secara optimal otomatis ikut menyempit.
Sumber : Harian Kontan, Jum’at 19 Desember 2025, Hal 15

WA only
Leave a Reply