JAKARTA. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 menargetkan penerimaan perpajakan Rp 2.307,9 triliun, 8,9% lebih besar dari outlook penerimaan perpajakan 2023 yang sebesar Rp 2.118,3 triliun. Karena itu, penerimaan perpajakan tahun depan bakal digenjot dengan laju atau kecepatan kenaikan dua kali lipat lebih dibandingkan laju tahun ini yang diperkirakan hanya naik 4,1%.
Pada saat bersamaan, perekonomian hanya ditargetkan tumbuh 5,2% atau 3,7% poin di bawah target laju pertambahan penerimaan perpajakan. Ini artinya, penambahan penerimaan perpajakan tak bisa hanya bersandar pada pertumbuhan ekonomi semata. Pemerintah mesti memutar otak untuk meningkatan penerimaan perpajakan melalui sumber-sumber yang telah ada (intensifikasi) maupun sumber-sumber baru (ekstensifikasi).
Kalangan pelaku usaha berharap, upaya pencapaian target penerimaan perpajakan yang tinggi tahun depan disertai dengan konsistensi penerapan regulasi-regulasi reformasi perpajakan, khususnya perluasan basis pajak. Bila tidak, target tersebut justru akan kontra produktif terhadap iklim usaha yang kondusif dan memunculkan kesan, pemerintah hanya ingin ‘berburu di kebun binatang’.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, target laju penerimaan perpajakan yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tersebut akan membawa konsekuensi pada tax ratio yang lebih tinggi. “Kita targetkan penerimaan perpajakan tumbuh 8,9%. Ini lebih tinggi dari asumsi pertumbuhan ekonomi yang 5,2%. Artinya, tax ratio-nya diharapkan akan terus meningkat,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2024 di di Jakarta, Rabu (16/08/2023).
Di antara yang memaksa pemerintah menaikkan target penerimaan perpajakan lebih tinggi adalah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang terus merosot. Sri Mulyani mengungkapkan, dalam RAPBN 2024, PNBP ditargetkan hanya Rp 473 triliun, luruh hingga 8,3% dari outlook realisasi PNBP 2023 yang sebesar Rp 515,8 triliun. Outlook realisasi PNBP 2023 itu bahkan telah anjlok hingga 13,4% dibanding tahun 2022 yang masih tumbuh 29,9% (yoy). PNBP 2022 tercatat Rp 595,6 triliun.
Menurut Menkeu, volatilitas harga komoditas masih akan mempengaruhi dinamika kinerja PNBP ke depan terutama yang berasal dari sumber daya alam (SDA) yang memiliki kontribusi cukup besar. “PNBP 2024 Rp 473 triliun turun 8,3% karena kontribusi harga komoditas. Harga komoditas cenderung menurun, makanya PNBP SDA diperkirakan tidak setinggi tahun 2022 dan 2021,” ucap dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, penerimaan perpajakan Rp 2.307,9 triliun akan menjadi kontributor utama terhadap pendapatan negara yang dalam RAPBN 2024 direncanakan Rp 2.781,3 triliun. Kontributor lainnya adalah PNBP yang sebesar Rp 473,0 triliun serta hibah sebesar Rp 0,4 triliun. Menurut dia, semua ini ditetapkan setelah mencermati tantangan yang ada, agenda pembangunan, maupun upaya reformasi fiskal yang komprehensif.
Jokowi menambahkan, pendapatan negara itu akan digunakan untuk mendanai belanja negara yang dialokasikan sebesar Rp 3.304,1 triliun. Ini terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.446,5 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 857,6 triliun. “Keseimbangan primer negatif Rp 25,5 triliun didorong bergerak menuju positif. Defisit anggaran sebesar 2,29% PDB atau sebesar Rp 522,8 triliun,” kata Jokowi dalam pidato Pengantar RAPBN 2024 dan Nota Keuangannya di depan Rapat Paripurna DPR di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/08/2023).
Empat Langkah
Presiden memaparkan, optimalisasi penerimaan perpajakan ditempuh setidaknya melalui empat langkah yaitu pertama, menjaga efektivitas reformasi perpajakan untuk perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan dan penggalian potensi. Kedua, implementasi sistem inti perpajakan (core tax system), serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan.
Ketiga, implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam rangka meningkatkan rasio perpajakan. “Keempat, pemberian berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur yang diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional, serta memacu transformasi ekonomi,” ucap Presiden.
Sementara itu, upaya peningkatan PNBP terus dilakukan melalui perbaikan proses perencanaan dan pelaporan dengan menggunakan teknologi informasi yang terintegrasi, penguatan tata kelola dan pengawasan, optimalisasi pengelolaan aset dan sumber daya alam, serta mendorong inovasi layanan dengan tetap menjaga kualitas dan keterjangkauan layanan.
Sumber : investor.id
Leave a Reply