Pemerintah Kaji Ulang Efek PPN 12%

Pemerintah mengkaji kembali rencana penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12%. Kajian ini untuk mengetahui efek kebijakan itu terhadap perekonomian secara keseluruhan.

Tarif PPN 12% sedianya berlaku selambat-lambatnya pada 1Januari 2025. Hal tersebut diatur dalam Pasal 7 Ayat 1 Huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sekretaris Kementriaan Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengemukakan, pemerintah sedang menghitung dan menyimulasikan tarif PPN tersebut. Pertama, dampak terhadap penerimaan pajak.

“Kalau naik dari 11% ke 12% itu kan naik 1%. Satu per sebelas itu kan 10%. Total realisasi PPN Rp 730-an triliun, berarti tambahannya sekitar Rp 70-an triliun,” kata Susiwijono dikantornya, Senin (5/8).

Kedua, efek terhadap perekonomian. “Kira-kira bagaimana kemampuan bisnis dan sektor industri kita dan sebagainya , tinggal disandingkan saja,” tambah Susiwijono.

Sebenarnya, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% berdasarkan UU Pasal 7 ayat 3 UU HPP. Asalkan, perubahan tarif PPN itu diatur dengan peraturan pemerintah (PP) setelah dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).

Dengan demikian, pemerintah bisa mengusulkan tarif PPN antara 5%-15% tersebut saat pembahasan RAPBN 2025 dengan Dewa Perwakilan Rakyat (DPR) setelah pembacaan Nota Keuangan pada 16 Agustus 2024.

Sebelumnya, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menghitung, kenaikan PPN 12% pada tahun depan hanya mampu menyumbang sekitar Rp 110 triliun terhadap penerimaan pajak tahun depan. Kenaikan tarif pajak tersebut hanya mendorong rasio pajak sebesar 0,23% saja.

Artinya, meski penerimaan yang dihasilkan dari kenaikan PPN cukup besar, dorongan pada rasio pajak terbilang minim. “Sehingga kita perlu hati-hati dalam menentukan target rasio pajak” tutur Fajry kepada KONTAN, Kamis (25/7).

Akan tetapi, ia menilai untuk mendorong rasio pajak, pemerintah tak bisa hanya mengandalkan kenaikan tarif pajak saja. Melainkan paling besar ditentukan oleh kondisi struktur ekonomi.

Konsultan Pajak PT Botax Consulting, Raden Agus Suparman juga menilai, pemerintah sebaiknya tidak mengandalkan penerimaan pajak dengan menaikkan tarif. Sebaliknya, ia menyarankan agar pemerintah menurunkan tarif PPN menjadi 10%.

Di sisi lain, Raden berharap agar pemerintah memilih mencabut insentif PPN yang selama ini dinikmati oleh pengusaha mampu.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only