Setoran Pajak Masih Tersendat

Realisasi penerimaan pajak selama Januari-Juli ini turun 5,8% secara tahunana menjadi Rp 1.045,32 triliun

Laju penerimaan pajak hingga awal paruh kedua tahun ini melambat. Per akhir Juli, realisasinya baru melampaui separuh target, bahkan menurun dibandingkan periode sama tahun lalu.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak hingga Juli 2024 senilai Rp 1.045,32 triliun. Angka ini setara 52,56% target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Namun jumlah itu turun 5,8% year on year (yoy).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui penerimaan pajak sebenarnya tertekan sejak Maret 2024. Ada- pun pada Januari dan Februari 2024 penerimaan pajak masih positif. “Cerita saya sampai Juni kemarin kebanyakan pajak mengalami tekanan sebetulnya bukan dari Januari, tekanan mulai terlihat pada Maret, April, Mei,” ujar dia, kemarin.

Kontraksi penerimaan pajak masih disebabkan oleh penerimaan pajak penghasilan (PPh) baik migas maupun nonmigas. Penerimaan PPh migas tercatat Rp 39,32 triliun atau secara bruto turun 13,21% yoy. Sementara penerimaan PPh nonmigas senilai Rp 593,76 triliun atau secara bruto turun 3,04% yoy.

Penurunan PPh nomigas sejalan dengan kontraksi setoran PPh badan sebesar 33,5% yoy menjadi Rp 191,85 triliun, karena penurunan harga komoditas. Padahal jenis pajak ini berkontribusi cukup besar, yakni 18,4%.

Di sisi lain, setoran PPh 21 tercatat Rp 157,82 triliun, masih tumbuh 22,6% yoy. Kondisi ini sebenarnya tak sejalan dengan naiknya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.

Sementara itu, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan penjualan barang mewah (PPnBM) hingga Juli 2024 mencapai Rp 402, 16 triliun atau 49,57% dari target. Jenis penerimaan ini secara bruto tumbuh 7,34% yoy.

Namun setoran PPN dalam negeri masih melorot 7,8% yoy, di tengah kenaikan PPN impor sebesar 4,5% yoy pada periode tersebut.

Selain itu, setoran pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya juga positif. Periode Januari-Juli, realisasinya mencapai Rp 10,07 triliun atau setara 26,70% dari target. Ini mengalami pertumbuhan bruto sebesar 4,14% yoy.

Sejalan dengan kontraksi penerimaan pajak secara total, pendapatan negara per akhir Juli juga menurun 4,3% yoy menjadi Rp 1.545,4 triliun. Realisasi itu setara 55,1% dari target APBN 2024.
Defisit anggaran

Sebaliknya, kinerja belanja negara pada akhir Juli 2024 tumbuh 12,2% yoy menjadi Rp 1.638,8 triliun, setara 49,3 dari target APBN 2024. “Meskipun bulan lalu yang (tumbuh) sekitar 14%, ini agak menurun pertumbuhannya. Tapi ini tetap tinggi,” tambah Menkeu.

Hingga akhir Juli, pemerintah telah merealisasikan anggaran tersebut untuk belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp 1.170,8 triliun, tumbuh 14,7% yoy. Salah satunya disalurkan untuk dukungan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu), penyaluran berbagai program bantuan sosial, sarana dan prasarana pertahanan keamanan, serta pembangunan infrastruktur.

Belanja pemerintah pusat juga mengalir untuk belanja non kementerian/lembaga (K/L) yang realisasinya sudah Rp 582,1 triliun, di antaranya untuk subsidi dan kompensasi energi, serta pembayaran manfaat pensiunan. Juga untuk transfer ke daerah (TKD) yang sudah mencapai Rp 468 triliun, naik 6,1% yoy.

Dengan demikian, defisit anggaran akhir Juli mencapai Rp 93,4 triliun setara 0,41% produk domestik bruto (PDB). Meski begitu, keseimbangan primer masih surplus sebesar Rp 179,3 triliun.

Pengamat Perpajakan Center of Indonesia Taxation analysis (CITA) Fajry Akbar menyoroti kinerja penerimaan PPN dalam negeri yang masih mencatatkan kontraksi. Meski demikian, káta dia, berdasarkan data setoran PPN secara bulanan, kontraksi Juli 2024 membaik. Dia menilai pemerintah perlu menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan. “Dengan risiko politik yang ada, kenaikan tarif PPN pasti akan riuh sekali,” kata Fajry, kemarin.

Dia melihat upaya pemerintah untuk mencapai target penerimaan pajak di akhir tahun tetap berat. Namun hal tersebut tak menjadi masalah. “Unutk tahun ini, kita berikan ruang bagi dunia usaha dulu terutama sektor manufaktur yang masih tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun lalu,” ucap Fajry.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only