Kasus Peretasan Data Bisa Mengusik Target Penerimaan Pajak

Lagi-lagi kasus kebocoran data terjadi di Indonesia. Kali ini, kebocoran data menimpa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu).

Laporan kebocoran data ini pertama kali diungkap seorang konsultan keamanan siber, Teguh Aprianto, melalui akun X @secgron. Diduga sebanyak 6 juta data pajak bocor, bahkan diperjualbelikan dengan harga Rp 150 juta. “Data yang bocor di antaranya NIK (nomor induk kependudukan), NPWP (nomor pokok wajib pajak), alamat, nomor HP, email dan lain-lain,” tulis Teguh di akun X pribadinya.

Padahal Ditjen Pajak saat ini sedang membangun Core Tax Administration System (CTAS) alias Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP). Rencananya, sistem ini dirilis akhir 2024.

Pemerintah telah membangun sistem ini sejak 2021 dengan total anggaran Rp 977 miliar, dengan perincian masing-masing Rp 223,83 miliar pada 2021, Rp 407,36 miliar (2022), Rp 34,35 miliar (2023) dan Rp 311,46 miliar (2024). Tahun depan, pemerintah mengalokasikan Rp 549,39 triliun terkait sistem tersebut. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti tak membantah adanya kebocoran data. Namun menurut dia, berdasarkan log access, tak ada indikasi kebocoran data langsung dari sistem informasi Ditjen Pajak.

“Data yang tersebar bukan data transaksi atas pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan (misal: data SPT, data pembayaran, bukti potong, faktur pajak, atau data perpajakan lainnya),” kata Dwi kepada KONTAN, Jumat (20/9).

Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman mencatat, berdasarkan Laporan Keuangan DJP Tahun 2022, sampai akhir 2022 jumlah wajib pajak terdaftar sebanyak 70,29 juta wajib pajak yang terdiri dari 4,28 juta badan, 65,12 juta orang pribadi dan 876.255 bendahara. Jika yang diperjualbelikan 6 juta NPWP, maka itu sekitar 9% dari total wajib pajak orang pribadi, atau 8,5% dari total NPWP terdaftar.

Menurut dia, wajib pajak yang datanya bocor dapat mengajukan gugatan ke Ditjen Pajak. Berdasarkan Pasal 34 UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Ditjen Pajak wajib merahasiakan semua data wajib pajak, termasuk data yang diberitahukan pada saat pendaftaran NPWP.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono melihat, adanya kebocoran data wajib pajak membuat pemungutan pajak ke depan berpotensi menurun atau semakin menantang. Apalagi, target penerimaan perpajakan 2025 tak sedikit, yakni mencapai 2.490,91 triliun.

Prianto melihat, kejadian ini menyebabkan kepercayaan wajib pajak berkurang. “Wajib pajak bisa beranggapan pejabat pajak patut diduga lalai sehingga peretas membocorkan data wajib pajak yang seharusnya rahasia dan dilindungi UU,” kata dia

Sumber : Harian Kontan, Sabtu, 21 September 2024 (Hal.1)

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only