Indef Minta Pemerintah Hati-hati Soal Kebijakan PPN

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah agar berhati-hati untuk mengambil kebijakan terkait pajak pertambahan nilai (PPN). Peneliti Indef Agus Herta Sumarto mengingatkan regulasi terkait kenaikan pajak jangan sampai menurunkan daya beli masyarakat.

“Untuk menaikkan tax ratio kita salah satunya adalah dengan menaikkan tarif pajak, walaupun masih ada cara lain. Namun, pemerintah juga harus hati-hati jangan sampai kenaikan pajak ini malah menggerus daya beli,” tuturnya seperti dikutip Antara, Selasa (19/11/2024).

Dirinya pun memahami apa yang dilakukan pemerintah dengan menaikkan tarif pajak. Pasalnya, salah satu permasalahan dalam perpajakan adalah masih rendahnya tax ratio Indonesia dibandingkan negara G20 serta beberapa negara di ASEAN.

Agus mengusulkan untuk tahap awal, implementasi PPN 12% yang rencananya akan dipungut pada Januari 2025 diterapkan terhadap sektor-sektor tertentu yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap daya beli masyarakat luas.

Pemilihan produk elektronik, fesyen, dan otomotif misalnya, merupakan langkah yang cukup bijak. Pasalnya, produk-produk ini bukanlah produk primer yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat luas. Ketiga jenis produk ini menurutnya masuk ke kategori kebutuhan sekunder, bahkan sebagian masuk ke dalam luxury goods alias barang mewah.

“Jadi nanti yang terkena efek secara langsung adalah masyarakat kelas menengah atas yang memiliki penghasilan relatif tinggi,” sambung Agus.

Ia juga memprediksi, kenaikan PPN ini di awal implementasi mungkin akan terasa ada efeknya, terutama terhadap jumlah permintaan.

“Namun, mengingat konsumen adalah kelas menengah atas, adaptasi dan penyesuaian pola konsumsi akan terjadi sehingga dalam jangka menengah panjang pola konsumsi akan kembali normal,” jelasnya.

Diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan berlaku mulai 1 Januari 2025 sesuai mandat Undang-Undang (UU).

Wacana PPN 12% tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021. Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi Covid-19.

“Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok,” terang Menkeu.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), menurut Sri Mulyani, harus dijaga kesehatannya. Pada saat yang sama juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.

Sumber : investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only