Pengamat: Penarikan Pajak dari Underground Economy Berpotensi Tingkatkan Tax Ratio 2%

Guna menggenjot penerimaan negara, pemerintah sedang melirik potensi penerimaan pajak dari sektor-sektor yang terkait ekonomi bawah tanah (underground economy).

Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman mengatakan underground economy memiliki potensi pajak yang besar. Walaupun perbuatan pidana, tetapi dilihat dari sisi pajak, tetap bisa dikenai pajak penghasilan.  Semua penghasilan dikenai pajak, meskipun penghasilan tersebut berasal dari tindak pidana.

“Seberapa besar potensinya? Kalau melihat tax ratio yang sekarang, seharusnya pengawasan terhadap underground economy pengusaha tradisional dapat meningkatkan tax ratio sekitar 2%,” ucap Raden saat dihubungi pada Minggu (17/11/2024).

Raden mengatakan potensi pajak penghasilan dari judi online sekitar Rp 100 triliun. Potensi ini dengan asumsi perputaran judi online di atas Rp 300 triliun  dalam satu tahun. Judi online  umumnya dinikmati oleh wajib pajak orang pribadi. Sehingga dikenai tarif  pajak penghasilan orang pribadi hingga 35%. Sedangkan  transaksi narkoba juga bisa sampai Rp 100 triliun. Misalnya  penghasilan  bandar narkoba Freddy Pratama bisa mendapatkan Rp 59 triliun dari narkoba. Dengan demikian, setidaknya dari penghasilan penjualan narkoba bisa ditarik pajak penghasilan sebesar Rp 35 triliun.

“Masalahnya, Ditjen Pajak berani ga? Nanti pasti ada kesan pemerintah akhirnya melegalkan judi online,” terang Raden.

Belum lagi underground economy dari tambang ilegal yang selama ini belum dikenai pajak. Pengusaha tambang ilegal ini tidak mungkin lapor pajak karena usaha ilegal. Kalau lapor pajak, pasti takut dipidanakan.

“Potensi tambang ilegal bisa puluhan triliun rupiah,” imbuhnya.

Dia mengatakan bila melihat ke sektor ekonomi tradisional banyak pelaku usaha yang masih menggunakan uang tunai, seperti pedagang-pedagang di pasar seringkali tidak lapor sebenarnya. Menurut dia ada  dilemma tersendiri  memajaki pengusaha tradisional.

“Kebanyakan berpendapat mereka pengusaha kecil yang tidak wajib bayar pajak penghasilan. Padahal saudagar barang-barang di pasar tradisional seringkali memiliki omset yang besar. Selama ini kantor pajak belum menyentuhnya karena kekurangan data,” terang dia. 

Dalam hal ini pemerintah harus menegaskan ketentuan bahwa semua faktur pajak harus mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak  (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK). Dengan adanya NIK dalam setiap perjalanan barang, maka alur pergerakan barang dari industri sampai konsumen dapat dipantau kantor pajak sehingga tidak ada celah lagi.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pendekatan terhadap underground economy akan berbeda, tergantung pada sifat kegiatan yang terlibat, baik itu penghindaran pajak ataupun aktivitas kriminal. Jika ekonomi bawah tanah berhubungan dengan penghindaran pajak atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), seperti halnya dalam kasus industri kelapa sawit yang melibatkan under reporting lahan atau transfer pricing, maka tindakan yang diambil akan berbeda.

“Kalau underground economy adalah sifatnya  menghindari pajak, maka itu mappingnya akan berbeda. Hal ini yang sekarang sedang dilakukan oleh Pak (Wakil Menteri Keuangan) Anggito melalui tim pajak, bea dan cukai  serta PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),” ungkap Sri Mulyani.

Sumber : investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only