Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan

Penolakan kebijakan pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% yang sedianya berlaku 1 Januari 2025, kini meluas.

Kini, ribuan masyarakat Indonesia menandatangani petisi yang menolak rencana kenaikan tarif PPN tersebut. Petisi yang dibuat di platform change.org ini sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dinilai membebani masyarakat, khususnya kelas menengah kebawah.

Hingga berita ini ditulis, sebanyak 3.525 orang telah meneken petisi penolakan tarif PPN 12% tersebut. Mereka mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kenaikan tarif PPN akan menungkatkan harga barang dan jasa.

“Naiknya PPN yang juga akan membuat harga barang ikut naik sangat mempengaruhi daya beli. Kita tentu ingat, sejak Mei 2024 daya beli masyarakat terus merosot. Kalau PPN terus dipaksa naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas,” ditulis akun Bareng Warga dalam platform tersebut, di kutip Kamis (11/21).

Dalam unggahannya, akun Bareng Warga juga mendesak pemerintah membatalkan kenaikan PPN menjadi 12%. Hal ini dikhawatirkan berdampak pada semakin banyaknya tunggakan pinjaman online yang menekan masyarakat.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Suksmaningsih mengatakan, situasi sosial dan ekonomi saat ini mebuat kebijakan PPN 12% tidak relevan, meski kenaikan PPN merupakan amanat RUU HPP.

Kenaikan PPN yang sudah terjadi sebelumnya pada April 2022, dari 10% menjadi 11%, masih terasa berat. Jika tarif PPN dipaksakan naik lagi menjadi 12% pada 2025, hal ini akan semakin memperburuk daya beli konsumen.

Masyarakat kemungkinan akan menunda atau bahkan membatalkan pembelian barang-barang yang dikenakan PPN tinggi, seperti barang elektronik, pakaian, dan per- alatan rumah tangga. “Dampaknya, dunia usaha dan industri pun akan terimbas,” kata Indah dalam keterangan tertulis, kemarin.

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menyarankan agar pemerintah menunda rencana kenaikan PPN tersebut. Setidaknya hingga tahun 2028 mendatang.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Dwi Astuti mengatakan, tidak semua barang dan jasa kena PPN. “Barang dan jasa yang dibutuhkan rakyat banyak seperti barang kebutuhan pokok, dibebaskan dari pengenaan PPN,” kata Dwi.

Dwi mengatakan, hasil dari kebijakan penyesuaian tarif PPN akan kembali ke rakyat dalam berbagai bentuk, yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, dan beragam subsidi.

Sumber : Harian Kontan, Jumat 22 November 2024 (Hal. 2)

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only