Genjot Rasio Pajak, Sektor Ekonomi Baru Diincar

Ambisi pemerintah membidik tax ratio hingga 23% PDB dinilai masih sulit terwujud

Demi mengerek pertumbuhan ekonomi nasional, Presiden Prabowo Subianto berambisi membidik rasio pajak atau tax ratio setara 23% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Tahun ini, pemerintah menargetkan rasio penerimaan pajak sebesar 10,12% PDB. Angka ini turun dari 2023 yang sebesar 10,32% PDB.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyampaikan, meski pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah pulih dari pandemi Covid-19, ketidakpastian global masih tinggi sehingga pemerintah harus tetap waspada. “Belanja dan pendapatan pemerintah rendah dibandingkan negara lain dan tekanan belanja di masa mendatang memerlukan peningkatan pendapatan pajak. Basis pajak untuk PPN dan pajak penghasilan harus dibuat lebih efisien,” tulis OECD dalam laporan bertajuk OECD Economic Surveys Indonesia November 2024.

Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai, tax ratio sebesar 23% PDB bisa dicapai setidaknya pada 2028, dengan syarat pertumbuhan ekonomi melewati 9%. “Jika tahun 2028 dan 2029 pertumbuhan ekonomi melewati 9%, maka rasio pajak bisa di atas 20%. Prediksi saya 24% bisa,” tutur Agus, Rabu (27/11).

Adapun upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengerek tax ratio di antaranya melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk menambah nilai tambah dalam negeri. Menurut Agus, cara yang paling mudah untuk meningkatkan tax ratio adalah industrialisasi. Hanya saja, tantangan Prabowo harus bisa mendatangkan dana investor dari luar negeri secara masif.

Sedangkan Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menghitung, dalam waktu singkat atau lima tahun ke depan tax ratio brlum bisa dikerek ke 23% PDB. “Untuk mendorong penerimaan selain perbaikan administrasi perpajakan tetapi juga upaya melakukan formalisasi perekonomian,” tutur dia, kemarin.

Meski begitu, Yusuf menyampaikan potensi tax ratio meningkat masih ada, dengan level yang relatif realistis di kisaran 11%-15% PDB dalam lima tahun ke depan.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk memacu tax ratio di antaranya, perluasan basis pajak terutama melalui formalisasi sektor informal dan percepatan digitalisasi sistem perpajakan.

Yusuf menerangkan, dengan mengintegrasikan sistem pajak melalui platform digital dan e-commerce, pemerintah dapat menjangkau sektor ekonomi baru yang berkembang pesat di Indonesia. “Selain itu, potensi penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan properti mewah harus di optimalkan,” jelas dia.

Indonesia Cermati Ekonomi Hijau dan Digitalisasi

Organitation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengingatkan tantangan perekonomian global masih menghantui perekonomian domestik.

Sekretaris jendral OECD, Mathias Cormann menyebutkan, untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi, Indonesia perlu lebih meningkatkan transisi ekonomi hijau untuk pertumbuhan produktivitas, mengambil keuntungan lebih lanjut dari digitalisasi, dan terus melangkah maju menuju emisi nol bersih pada 2060.

Adapun mengacu pada Survei Ekonomi OECD terbaru tentang Indonesia menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan tetap kuat, yaitu 5,1% pada 2024 dan 5,2% di tahun 2025.

Konsumsi swasta dinilai tetap menjadi mesin utama pertumbuhan, sementara volume ekspor diuntungkan oleh permintaan komoditas global meningkat. Menurut Cormann, konsumsi masyarakat Indonesia akan tetao kuat dan investasi swasta kemungkinan meningkat.

Sumber : Harian Kontan, Kamis 28 November 2024, Hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only