Pembahasan tarif PPh final UMKM 0,5% perlu mempertimbangkan berbagai aspek
Kabar baik bagi wajib pajak orang pribadi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Pemerintah mengirim sinyal untuk melanjutkan pemberian tarif pajak penghasilan (PPh) final 0,5% bagi wajib pajak tersebut.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan pihaknya telah mengusulkan perpanjangan insentif PPh final UMKM 0,5% kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Langkah ini untuk meringankan beban UMKM di tengah situasi ekonomi yang masih fluktuatif.
Pasalnya, wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, yang telah memanfaatkan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5% sejak 2018, harus menggunakan skema tarif normal mulai tahun depan. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.
Berdasarkan Pasal 59 beleid tersebut, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5% paling lama tujuh tahun untuk wajib pajak orang pribadi, empat tahun untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, CV, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan tiga tahun untuk wajib pajak badan perseroan terbatas.
Misalnya, Tuan A sebagai wajib pajak orang pribadi terdaftar tahun 2015, maka ia bisa memakai fasilitas tarif PPh final 0,5% mulai 2018 hingga 2024. Sedangkan Tuan B terdaftar tahun 2020, maka ia bisa memanfaatkan tarif PPh final terebut mulai 2020 hingga 2026 mendatang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merespon usulan ini. Bahkan, kata Maman, Menkeu Sri Mulyani juga memiliki kesepahaman yang sama terkait hal tersebut. “Pembicaraan di level teknis sudah ada kesepahaman. Tinggal nanti saya tindaklanjuti dengan Bu Sri Mulyani (Menkeu),” ujar Maman, Kamis (28/11).
Dia menilai, kebijakan ini bertujuan meringankan beban pelaku usaha UMKM di tengah perekonomian yang penuh ketidakpastian. Namun Maman masih belum memerinci skemanya, termasuk durasi insentif itu karena pengambilan keputusan perlu menimbang berbagai aspek.
“Yang terpenting sudah ada kesepakatan antara kami dan teman-teman di Kementerian Keuangan bahwa kita akan mencari sebuah titik temu solusi langkah kebijakan yang pro kepada kepentingan ekonomi rakyat,” tambah dia.
Turunkan tarif
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat, pemerintah justru perlu menurunkan tarif pajak untuk UMKM ke kisaran 0,1% hingga 0,2%. Hal itu untuk menstimulasi pelaku usaha UMKM.
Selain itu, menurut Bhima, penurunan tarif berpeluang meningkatkan basis pajak UMKM. “Semakin rendah tarifnya semakin banyak UMKM berpartisipasi dalam membayar pajak. Yang terpenting bagi UMKM adalah kepatuhan pajaknya,” kata Bhima.
Catatan Bhima, hanya 2,3 juta UMKM yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Padahal jumlah UMKM di Indonesia mencapai sekitar 64 juta unit usaha. Artinya, pemerintah belum berhasil mendorong 96,4% pelaku UMKM menjadi wajib pajak.
Dengan demikian, “Kenapa tidak diberi insentif penurunan tarif PPh final lagi saja?,” tanda dia.
Bhima yakin, relaksasi PPh final UMKM tak akan menggerus penerimaan negara secara signifikan. Justru ada pajak lain yang lebih mendesak untuk dikejar pemerintah, yakni pajak kekayaan, pajak produksi batubara, pajak karbon dan menutup kebocoran pajak di tambang dan perkebunan besar.
Sumber : Harian Kontan, Jum’at 29 November 2024, Hal 2
Leave a Reply