OECD memproyeksikan rasio utang pemerintah akan meningkat jika target tax ratio meleset
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mewanti-wanti risiko kenaikan utang pemerintah Indonesia ke depan. Jika pemerintah gagal merealisasikan rencana kenaikan rasio pajak alias tax ratio, maka konsekuensi yang timbul adalah lonjakan utang.
Seperti diketahui, dalam kampanyenya, Presiden prabowo menargetkan tax ratio bisa meningkat 23% dari PDB pada masa jabatannya, yakni 2025-2029. Sejalan dengan target itu, pemerintahan Prabowo juga akan menjalani berbagai program popilis yang membutuhkan dana jumbo. Salah satunya, program makan siang gratis yang kini bernama makan bergizi gratis (MBG).
Dalam laporan Survei EKonomi OECD Indonesia 2024, disebutkan kenaikan tax ratio yang akan dilakukan Presiden Prabowo bertujuan mengerek pertumbuhan ekonomi dari yang tadinya stagnan di 5% dalam 10 tahun terakhir, menjadi sekitar 7%.
OECD menyebut, apabila tax ratio tak meningkat, maka penerimaan perpajakan yang masuk tak bisa mengimbangi beban belanja yang terus bertambah. Sehingga pemerintah akan memenuhi kebutuhan belanja yang kurang dengan menarik utang baru. Berdasarkan hitungan OECD, rasio utang terhadap PDB dapat meningkat sebesar 6 poin persentase pada 2045.
Adapun pada Oktober 2024 rasio utang pemerintah mencapai 38,55% terhadap produk domestik bruto (PDB). Jika Prabowo gagal mengerek target tax ratio menjadi 23% dari PDB pada 2029, maka rasio utang pada 2045 bisa mencapai 44,55% dari PDB.
Kekhawatiran lain akan muncul apabila rasio utang Indonesia meningkat, maka akan menggaggu minat investasi yang masuk. Hal ini disebabkan kekhawatiran investor terkait kondisi fiskal Indonesia dengan rasio utang yang meningkat itu.
Maka OECD mewanti-wanti pemerintah untuk menjaga komitmen dalam dalam mematuhi batas utang publik dan defisit fiskal. Lebih lanjut, organisasi ini menyebut apabila pemerintah ingin menurunkan rasio utang, maka kuncinya adalah memacu tax ratio dan mendorong pertumbuhan ekonomi meningkat lebih cepat.
Sinergi kebijakan
Sebelumnyam Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi rasio utang terhadap PDB Indonesia akan naik tahun depan, kemudian berangsur turun hingga 2029. Adapun rasio utang dari proyeksi IMF ini berdasarkan utang pemerintah secara umum dan secara bruto.

Dalam laporan IMF bertajuk General Government Gross Debt, utang Indonesia pada 2025 diperkirakan 40,7% PDB, kemudian sedikit turun di 2026 menjadi 40,6% dari PDB. Tahun 2027, rasio utang diprediksi turun lagi menjadi 40,3% PDB, tahun 2028 sebesar 40% dari PDB, dan 2029 sebesar 39,6% dari PDB.
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul hhadi menilai, keinginan pemerintah untuk mencapai target tax ratio sebesar 23% PDB tidaklah mudah. Menurut dia, diperlukan sinergi antara kebijakan moneter, fiskal hingga stabilitas politik.
“Tidak kalah penting pemerintah harus menjaga kepercayaan publik dalam pengelolaan anggaran agar masyarakat taat bayar pajak,” tutur Badiul, Selasa (26/11).
Ia juga menilai, kenaikan tax ratio menjadi 23% sangat ambisius. Sementara itu, selama ini tax ratio Indonesia hanya di kisaran 9% hingga 11% saja. Sehingga, reformasi struktural, konsisten dan terukur mutlak dilakukan.
Selain itu, pemerintah perlu melakukan ekstensifikasi pajak dengan menyigi sektor pajak yang belum optimal, seperti ekonomi digital dan sumber daya alam (SDA) yang belum terdaftar sebagai wajib pajak. Pemerintah juga harus melakukan intensifikasi, melalui penyederhanaan administrasi pajak guna menaikkan kepatuhan wajib pajak. Pemerintah pun harus mealkukan pengetatan pengawasan penghindaran pajak, termasuk penyesuaian tarif atau kebijakan progresif yang tidak membebani sektor produktif.
Sumber : Harian Kontan, 27 November 2024, Hal 2
Leave a Reply