Hingga Akhir Maret 2025, APBN sudah mencetak defisit sebesar Rp 104 triliun
Pelebaran defisit anggaran negara sudah di depan mata. Ini buntut dari kondisi penerimaan negara, terutama dari penerimaan pajak, ang terkontraksi dalam akibat melemahnya perekonomian dalam negeri.
Sejumlah indikator ekonomi, mengindikasikan perlambatan ekonomi masih berlanjut hingga kuartal 1-2025, bahkan berpotensi berlanjut di kuartal II. Aktivitas ekonomi yang melambat ini memengaruhi konsumsi dan investasi, yang selama ini menjadi sumber penerimaan negara.
Data yang dibeberkan Komisi XI menunjukkan, penerimaan pajak hingga April 2025 baru mencapai Rp 451,1 triliun. Angka tersebut terkontraksi sebesar 27,73% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, jika data penerimaan pajak hingga April yang disampaikan DPR adalah benar, kondisi fiskal Indonesia sudah mengkhawatirkan. “Jika ini terjadi, fiskal kita sudah lampu kuning menjelang merah,” ujar Wijayanto kepada KONTAN, Kamis (15/5).
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah telah mematok target defisit anggaran sebesar Rp 616,2 triliun, atau 2,53% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara sejak awal tahun 2025, setiap bulannya hingga saat ini, APBN selalu mencatat defisit. Ini berbeda dengan kondisi di 2024, di mana APBN bisa mencetak surplus.
Menilik data terakhir Kementerian Keuangan (Kemkeu), posisi defisit anggaran per akhir Maret 2025 mencapai Rp 104,2 triliun, setara 0,43% dari PDB. Sedangkan di periode yang sama tahun 2024, APBN mencetak surplus Rp 8,1 triliun.
Wijayanto mewanti-wanti, jika penerimaan masih seret, sementara pemerintah tak melakukan penghematan pengeluaran yang masif, maka defisit APBN 2025 berpotensi melewati batas maksimal 3% dari PDB.
Kondisi ini, akan semakin memberatkan fiskal di tahun depan. Maklum saja, sebagian besar penerimaan pajak Indonesia ditopang oleh pajak penghasilan (PPh) badan dan PPh perorangan, yang terpengaruh pelemahan ekonomi.
Tergantung Danantara
Sementara itu, Permata Institute for Economic Research (PIER) memperkirakan, defisit APBN 2025 ini akan melebar menjadi 2,75% dari PDB. Head of Macroeconomics & Market Research Bank Permata Faisal Rachman menjelaskan, proyeksi defisit yang melebar tersebut disebabkan oleh penerimaan dan belanja yang akan menurun jika dibandingkan tahun 2024.
Meskipun penerimaan negara diperkirakan turun, belanja negara tidak akan mengalami penurunan yang signifikan. Langkah tersebut diambil pemerintah untuk menjaga momentum pertumbuhan, di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi.
Kendati begitu, kebijakan tersebut bakal mengakibatkan melebarnya defisit fiskal pada tahun ini. “Jadinya memang proyeksi kami defisit fiskal akan melebar di 2025,” kata Faisal.
Terkait dampak pelebaran defisit terhadap kondisi fiskal di tahun 2026, Faisal menyebut, hal itu akan bergantung pada seberapa berhasil proses reformasi struktural ekonomi dan program pemerintah, seperti Danantara.
“Jika berhasil dalam mendorong pertumbuhan, menciptakan lapangan pekerjaan, dan Danantara bisa menghasilkan flow penerimaan negara bukan pajak (PNBP) baru bagi pemerintah, maka kondisi APBN 2026 bisa membaik,” imbuh Faisal.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara berjanji, pihaknya akan tetap menjaga defisit APBN di bawah 3%. “Kami berkomitmen untuk menjaga kredibilitas anggaran, menjaga defisit anggaran di bawah 3%, dan memastikan efisiensi anggaran yang telah dimulai di awal 2025 dapat mendukung program pemerintah,” kata Suahasil, belum lama ini.

Sumber : Harian Kontan, Jum’at 16 Mei 2025, Hal 2
Leave a Reply