Pemerintah Perpanjang Insentif PPh Final 0,5 Persen untuk UMKM hingga Akhir 2025

Pemerintah memperpanjang kebijakan insentif tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5 persen bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga akhir tahun 2025. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers tentang Paket Stimulus Ekonomi pada Senin, 16 Desember 2024.

“Bagi dunia usaha, khususnya UMKM, kebijakan PPh Final diperpanjang sampai 2025,” ujar Airlangga saat konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat.

Kebijakan ini seharusnya berakhir pada Desember 2024 sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Namun, dengan perpanjangan tersebut, pelaku UMKM yang telah menikmati tarif PPh Final sebesar 0,5 persen sejak 2018 tetap dapat memanfaatkan insentif ini satu tahun lagi.

Mendorong UMKM Naik Kelas

Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, menjelaskan bahwa perpanjangan ini bertujuan memberikan waktu tambahan bagi pelaku UMKM untuk beradaptasi dengan sistem perpajakan secara mandiri. “Kami berikan tambahan waktu satu tahun sampai akhir 2025, agar mereka bisa mempersiapkan diri, naik kelas, dan tumbuh,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa bagi pelaku UMKM yang baru mendapatkan insentif sejak satu atau dua tahun terakhir, mereka masih berhak menikmati tarif PPh Final 0,5 persen hingga tujuh tahun, sebagaimana diatur dalam PP 23/2018. Artinya, jangka waktu pemanfaatan insentif ini bergantung pada waktu mulai wajib pajak terdaftar.

Syarat dan Ketentuan PPh Final 0,5 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa insentif ini berlaku untuk pelaku UMKM dengan omzet tahunan hingga Rp 4,8 miliar. Sementara itu, pelaku usaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tidak dikenai PPh dan juga tidak terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Hampir semua warung atau usaha kecil yang sering kita temui omzetnya di bawah Rp500 juta. Mereka tidak perlu membayar PPh dan barang dagangannya juga mayoritas tidak kena PPN,” ujarnya.

Tarif 0,5 persen sendiri dikenakan atas omzet bruto, bukan laba bersih, dan dibayarkan secara bulanan. Hal ini dinilai lebih sederhana bagi pelaku UMKM yang belum memiliki sistem pembukuan yang kompleks.

Awal Mula Kebijakan

Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Pajak, tarif PPh Final sebesar 0,5 persen ini pertama kali diberlakukan melalui PP 23 Tahun 2018, yang menggantikan PP 46 Tahun 2013. Dalam aturan tersebut, penurunan tarif dari sebelumnya 1 persen menjadi 0,5 persen dilakukan untuk memberikan beban pajak yang lebih ringan bagi pelaku usaha kecil.

PP 23/2018 juga menetapkan batas waktu pemanfaatan tarif ini sebagai berikut:
– 7 tahun untuk wajib pajak orang pribadi,
– 4 tahun untuk koperasi, firma, dan persekutuan komanditer (CV),
– 3 tahun untuk perseroan terbatas (PT).

Melalui PP 55 Tahun 2022, pemerintah kembali menyesuaikan aturan terkait pajak UMKM, dengan memberikan pembebasan PPh bagi omzet di bawah Rp 500 juta serta memperluas ketentuan untuk WP Badan. Mulai tahun pajak 2026, wajib pajak orang pribadi yang telah menggunakan insentif selama tujuh tahun akan beralih ke skema perpajakan reguler, termasuk pelaporan SPT Tahunan secara lengkap.

Sumber : tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only