Shopee Indonesia masih menunggu terbitnya regulasi baru perihal pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 untuk setiap transaksi penjualan barang oleh merchant atau perdagangan di e-commerce.
Saat ini, aturan masih digodok oleh Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Nantinya, pemerintah mewajibkan marketplace memungut PPh Pasal 22 untuk setiap transaksi oleh perdagangan online.
Deputy Director of Government Relations Shopee Indonesia, Balques Manisang, mengatakan, pihaknya tidak bisa mendahului Kementerian Keuangan sebagai regulator, sehingga pelaksanaan PPh Pasal 22 masih harus menunggu terbitnya aturan.
“Ya mungkin gini, kalau secara publik kita kayaknya baca bersama ya. Tapi kalau misalkan secara kebijakan, kita masih menunggu, gak bisa mendahului keputusan dari kementerian terkait,” ujar Balques saat ditemui di kawasan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Selasa (1/7/2025).
Perusahaan e-commerce di Tanah Air pada prinsipnya tetap mematuhi aturan dari pemerintah.
Namun saat ini, Shopee Indonesia masih menunggu dan melihat skema pajak yang nantinya diberlakukan oleh otoritas.
“Jadi kita masih tunggu, apapun komunikasi yang nanti dibangun, kita coba akan lihat seperti apa. Dan kita ikutin aja bagaimana kebijakan nanti, apakah berjalannya seperti apa, kita lihat bersama,” paparnya.
“Karena belum bisa juga kita berikan statement lanjutan ya. Karena memang belum selesai begitu. Pembahasannya belum selesai. Yang bisa saya katakan, pasti dari segi kebijakan, feedback dari industri adalah mengikutinya atau comply untuk kebijakan tersebut, jadi kita lihat dari segi mengikutinya dulu,” tambah Balques.
Direktur Jenderal (Dirjen) Strategi Ekonomi dan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan bahwa kebijakan PPh Pasal 22 bukanlah penerapan pajak baru, melainkan bagian dari perbaikan administrasi sistem perpajakan, terutama kepatuhan pajak (tax compliance) bagi sektor informal.
Untuk diketahui, tax compliance merujuk pada perilaku wajib pajak (orang pribadi maupun badan) untuk memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Kepatuhan pajak diukur melalui dua indikator, yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil.
“Kan ini bagian dari administrasi, jadi setiap tahun pasti kita akan melakukan perbaikan-perbaikan administrasi supaya meningkatkan kepatuhan pajak,” ucap Febrio saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Menurut dia, perbaikan sistem administrasi perpajakan dilakukan setiap tahunnya oleh Ditjen Pajak. Langkah ini merupakan bagian dari target penerimaan negara setiap tahunnya.
Kendati begitu, ia memastikan Kemenkeu, lewat Ditjen Pajak, tetap melaksanakan proses evaluasi secara menyeluruh.
“Jadi ini adalah bagian dari administrasi, dan tentunya reformasi ini akan menjadi bagian dari target penerimaan setiap tahunnya, jadi kita lihat nanti evaluasinya ya,” ungkapnya.
Lebih jauh, Febrio menyebut UMKM atau pedagang di e-commerce yang memiliki pendapatan di bawah Rp 500 juta per tahun tidak dikenakan alias bebas dari PPh 0,5 persen.
“Pendapatan di bawah Rp 500 juta kan tetap, kan seperti yang sudah ada di undang-undang HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) bahwa kita berikan semacam PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) bagi UMKM bahwa kalau omzetnya di bawah Rp 500 juta ke bawah itu tidak ada pajak sama sekali,” kata Febrio.
Sumber : money.kompas.com
Leave a Reply