Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan hasil pembahasan postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2026.
Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang digelar di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Dalam RAPBN 2026, pemerintah bersama DPR menekankan pentingnya penguatan penerimaan negara melalui reformasi perpajakan dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Dua pilar ini diharapkan menjadi pondasi utama dalam menjaga keberlanjutan fiskal dan mendukung pembiayaan pembangunan nasional ke depan.
Pendapatan negara ditargetkan mencapai 11,71% hingga 12,31% dari produk domestik bruto (PDB), yang bersumber dari perpajakan sebesar 10,08%–10,54% dan PNBP sebesar 1,63%–1,76%.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Jazilul Fawaid menegaskan, kebijakan fiskal tahun depan dirancang adaptif dan responsif terhadap dinamika global.
“Kebijakan umum perpajakan tahun 2026 diharapkan dapat memitigasi dampak risiko dan tantangan yang ada,” ujar Jazilul dalam pidatonya di Rapat Paripurna DPR.
Ia menjelaskan, reformasi perpajakan dilakukan melalui perluasan basis pajak (intensifikasi dan ekstensifikasi), peningkatan kepatuhan berbasis teknologi informasi, penguatan kerja sama antarinstansi, serta penegakan hukum.
Pemerintah juga akan mengelola pemberian insentif secara lebih terarah untuk mendorong investasi dan hilirisasi industri bernilai tambah.
Sementara itu, kebijakan PNBP akan difokuskan pada pemanfaatan potensi aset negara dan sumber daya alam secara optimal.
“Optimalisasi PNBP termasuk pemanfaatan aset barang milik negara,” tambah Jazilul.
Langkah penguatan penerimaan negara ini didukung oleh asumsi dasar makro ekonomi yang telah ditetapkan. RAPBN 2026 mematok pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2%–5,8%, inflasi 1,5%–3,5%, kurs rupiah Rp 16.500–Rp 16.900 per dolar AS, serta tingkat suku bunga SBN 10 tahun di level 6,6%–7,2%.
Dari sisi energi, asumsi harga minyak mentah Indonesia dipatok di kisaran US$ 60–US$ 80 per barel, dengan target lifting minyak 605–620 ribu barel per hari dan lifting gas 953.000-1.017 juta barel setara minyak per hari.
Indikator kesejahteraan juga menjadi perhatian. Pemerintah menargetkan penurunan tingkat kemiskinan ke level 6,5%–7,5%, dan kemiskinan ekstrem 0%–0,5%.
Rasio gini dipatok di angka 0,377–0,380, pengangguran terbuka 4,44%–4,96%, indeks modal manusia sebesar 0,57, dan indeks kesejahteraan petani 0,7731. Pemerintah juga menargetkan 37,95% penciptaan lapangan kerja berasal dari sektor formal.
Dari sisi pengeluaran, belanja negara dalam RAPBN 2026 diproyeksikan sebesar 14,19%–14,83% dari PDB, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat 11,41%–11,94% dan transfer ke daerah sebesar 2,78%–2,89%. Defisit anggaran dijaga pada kisaran 2,48%–2,53% dengan keseimbangan primer antara -0,18% hingga -0,22% dari PDB.
Dengan kebijakan fiskal yang terarah dan terukur, pemerintah berharap APBN 2026 mampu menjadi instrumen yang efektif dalam menjaga stabilitas, mendukung pertumbuhan ekonomi, serta mempercepat pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Pemerintah akan menempuh berbagai langkah serta upaya kebijakan dan program untuk mendorong pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pengeluaran maupun sisi produksi, termasuk dukungan melalui program pembangunan daerah,” pungkas Jazilul.
Sumber : beritasatu.com
Leave a Reply