Royalti Bukan Pajak, tapi Kena PPh

Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum Daerah Istimewa Yogyakarta terus berupaya menyosialisasikan ketentuan mengenai royalti kepada masyarakat. Salah satu pesan penting yang disampaikan adalah royalti bukanlah pajak yang masuk ke kas negara.

Kepala Kanwil Kemenkum DIY Agung Rektono Seto menjelaskan royalti merupakan imbalan yang dibayarkan kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait ketika karya mereka digunakan untuk kepentingan komersial. Adapun pemungutan royalti berdasarkan pada Undang-Undang 28/2014 tentang Hak Cipta.

“Masih banyak masyarakat yang mengira bahwa royalti adalah bentuk pajak. Padahal, royalti sepenuhnya menjadi hak ekonomi pencipta atau pemilik hak terkait. Negara hanya berperan mengatur, memfasilitasi, dan memastikan mekanisme pemungutan serta pembagiannya berjalan sesuai ketentuan,” terang Agung, dikutip pada Selasa (12/8/2025).

Agung menilai pemahaman yang benar mengenai royalti sangat penting agar pelaku usaha, institusi, dan masyarakat umum tidak salah persepsi. Selain itu, dia memandang pemahaman yang tepat dapat membuat masyarakat bisa memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan.

Dia menambahkan royalti adalah salah satu bentuk perlindungan hukum terhadap karya intelektual. Di sisi lain, royalti juga merupakan bentuk penghargaan kepada para kreator atas jerih payah dan kreativitas mereka.

Dalam berbagai kesempatan sosialisasi, Kanwil Kementerian Hukum DIY mengedukasi pelaku usaha, seperti pengelola hotel, restoran, kafe, pusat perbelanjaan, serta penyelenggara acara.

Sosialisasi dimaksudkan agar pihak-pihak tersebut memahami prosedur pembayaran royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau lembaga resmi yang ditunjuk. Langkah ini bertujuan untuk memastikan hak para pencipta dan pelaku seni benar-benar terlindungi.

“Royalti adalah bentuk penghargaan yang konkret. Setiap lagu yang diputar, setiap pertunjukan yang digelar, atau setiap karya yang digunakan secara komersial harus dihargai. Inilah cara kita menghormati dan mendukung ekosistem kreatif di Indonesia,” ujar Agung.

Melalui sosialisasi berkelanjutan, masyarakat diharapkan semakin memahami bahwa membayar royalti bukan sekadar kewajiban hukum. Lebih luas dari itu, pembayaran royalti menjadi wujud etika menghargai karya orang lain.

Pemahaman yang tepat mengenai royalti juga diharapkan mampu mendorong industri kreatif berkembang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.

Berdasarkan penjabaran tersebut, royalti bukanlah bentuk pajak melainkan suatu bentuk imbalan yang menjadi hak penuh pencipta suatu karya. Namun, sebagai suatu bentuk imbalan atau penghasilan, royalti yang diterima oleh pemegang hak cipta dikenakan pajak penghasilan (PPh).

Penghasilan berupa royalti dikenakan PPh Pasal 23. Sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang PPh, tarif pajak royalti adalah 15%. Dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah jumlah bruto royalti.

Namun, terdapat pengaturan khusus untuk penghitungan pajak royalti bagi orang pribadi. Berdasarkan Perdirjen Pajak No. PER-1/PJ/2023, dasar pengenaan PPh Pasal 23 atas royalti bagi orang pribadi yang menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) adalah 40% dari jumlah bruto.

Dengan demikian, pajak royalti dihitung dengan mengalikan tarif 15% dengan 40% jumlah bruto royalti. Berarti, tarif pajak royalti atas orang pribadi pengguna NPPN sebenarnya adalah sebesar 6%. Jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong tersebut merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan.

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only