Rasio pajak terhadap produk domestik bruto hanya sebesar 8,42% pada semester I/2025. Angka tersebut lebih rendah dari realisasi rasio pajak pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 9,49%.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp11.612,9 triliun hingga semester I/2025.
Sementara berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp978,3 triliun pada semester I/2025. Perinciannya, penerimaan pajak sebesar Rp831,3triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp147 triliun.
Dari data-data tersebut dapat diperoleh angka rasio pajak Indonesia pada paruh pertama tahun ini.
Rumus perhitungan rasio pajak sendiri yaitu: (total penerimaan perpajakan / PDB) × 100%.
Jika kita masukkan datanya maka: (Rp978,3 triliun / Rp11.612,9 triliun) × 100% = 8,42%
Artinya, rasio pajak pada semester I/2025 sebesar 8,42%. Angka tersebut anjlok dibandingkan realisasi semester I/2024 sebesar 9,49%.
Pada paruh pertama tahun lalu, penerimaan perpajakan sebesar Rp1.028,04 triliun. Sementara PDB mencapai Rp10.825 triliun.
Jika kita masukkan datanya: (Rp1.028,04 triliun / Rp10.825 triliun) × 100% = 9,49%.
Realisasi rasio pajak 8,42% hingga semester I/2025 itu masih jauh dari target yang telah ditetapkan sepanjang tahun ini yaitu sebesar 10,24%. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi rasio pajak 2025 hanya mencapai 10,03% atau lebih rendah dari target.
Anomali di Tengah Kenaikan Pertumbuhan Ekonomi
Menariknya, penurunan rasio pajak itu terjadi ketika adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, BPS menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12% pada kuartal II/2025 atau lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi periode yang sama tahun lalu sebesar 5,05%.
Menanggapi hal tersebut, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal melihat bahwa tidak ada yang aneh dari fenomena rasio pajak turun ketika ekonomi tumbuh.
“Karena tidak semua penerimaan pajak kita itu langsung berhubungan dengan PDB pada saat yang bersangkutan,” ujar Yon dalam sebuah diskusi di Kantor Celios, Jakarta, dikutip Rabu (13/8/2025).
Dia mencontohkan, penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) bisa langsung mencerminkan ekonomi secara langsung karena ada sistem kredit pajak. Sebaliknya, penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) Badan dan Orang Pribadi tidak bisa langsung mencerminkan kondisi ekonomi saat itu.
Menurut Yon, angsuran korporasi yang dibayar saat ini merupakan cerminan kinerja perusahaan tahun lalu. Oleh sebab itu, jika kinerja perusahaan-perusahaan tahun lalu bagus maka penerimaan PPh Badan akan terlihat bagus tahun ini.
“Nah kalau dia sekarang lagi jelek, itu tercerminnya nanti di tahun depan. Ya walaupun perusahaan punya kan ya namanya dinamisasi dan sebagainya,” jelasnya.
Kendati demikian, Yon meminta setiap pihak bersabar karena Kemenkeu masih akan terus meninjau angka-angka yang masuk. Dia berjanji Kemenkeu akan memberikan paparan yang lebih detail terkait fenomena itu pada saat konferensi pers APBN Kita.
Sumber : ekonomi.bisnis.com
Leave a Reply