Pemerintah menargetkan penerimaan pajak penghasilan (PPh) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 mencapai Rp 1.209,3 triliun.
Merujuk Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026 yang dikutip Kamis (21/8/2025), target ini meningkat 15% jika dibandingkan dengan outlook 2025 sebesar Rp 1.051,7 triliun.
Adapun target PPh di 2026 ini terdiri dari PPh Nonmigas sebesar Rp 1.154,12 triliun dan PPh migas sebesar Rp 55,2 triliun.
Untuk mengejar target tersebut, salah satunya pemerintah akan meningkatkan efektivitas pengawasan dengan fokus kepada Wajib Pajak Grup atau konglomerasi dan High Wealth Individual (HWI) atau orang super kaya.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute TRI Prianto Budi Saptono menilai, peningkatan target penerimaan pajak perlu diimbangi dengan optimalisasi pengawasan kepatuhan wajib pajak, termasuk terhadap kelompok High Wealth Individual (HWI).
“Karena target penerimaan pajak semakin meningkat, optimalisasi pengawasan kepatuhan perlu ditingkatkan lagi. Pengawasan kepatuhan tersebut dapat mencakup aspek formal dan aspek material,” ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Kamis (21/8).
Ia menjelaskan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selama ini menggunakan pendekatan compliance risk management (CRM) dalam mengawasi wajib pajak.
Implementasinya diwujudkan melalui pembentukan empat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar, KPP di Kanwil Khusus DJP, serta KPP Madya di setiap Kanwil DJP di seluruh Indonesia.
“HWI pada saat ini terdaftar di KPP WP Besar Empat,” tambahnya.
Menurut Prianto, salah satu strategi pengawasan adalah dengan mengonsolidasikan wajib pajak yang memiliki kelompok usaha ke dalam satu KPP.
Dengan begitu, pengawasan dapat dilakukan secara lebih komprehensif dan efektif.
Sebelum implementasi sistem Coretax, Prianto mengungkapkan bahwa DJP juga telah memanfaatkan aplikasi SmartWeb yang berbasis graph analytics.
Aplikasi ini mampu memetakan hubungan wajib pajak dalam bentuk jaringan, mengidentifikasi orang pribadi kaya beserta perusahaan-perusahaan dalam grupnya, menelusuri beneficial owner dan ultimate beneficial owner, sekaligus memberikan indikasi potensi risiko ketidakpatuhan.
Sumber : nasional.kontan.co.id
Leave a Reply