Sejumlah warga Perumahan Istana Bondowoso (Isbon), Kelurahan Badean, Kecamatan Bondowoso, Jawa Timur, bisa membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menggunakan sampah.
Program tersebut merupakan inisiasi warga bersama pengurus Bank Sampah Isbon Ceria. Menurut, Pengurus Bank Sampah Isbon Ceria Dedi Dwi Yanto, warga bisa menabung sampah anorganik untuk kemudian dikonversi ke rupiah melalui program tersebut.
“Sistemnya, warga menabung sampah anorganik sebulan sekali, kemudian dikonversi ke rupiah untuk membayar PBB. Nanti, pengurus bank sampah yang mengurus langsung pembayarannya,” katanya, dikutip pada Senin (15/9/2025).
Dedi menyebut masyarakat cukup membawa nomor objek pajak (NOP) ke pengurus. Apabila hasil tabungan sampah kurang dari nilai PBB-P2 maka akan dianggap sebagai “utang sampah” yang bisa dilunasi bulan berikutnya.
“Rata-rata PBB mereka di atas Rp50.000. Saat ini, sudah ada 60 dari total 100 kepala keluarga di perumahan tersebut yang menjadi nasabah bank sampah,” tuturnya.
Dedi memerinci sampah anorganik seperti kardus dan botol dihargai senilai Rp1.000–Rp1.500 per kilogram. Dia menilai program ini tidak hanya meringankan beban warga, tetapi juga menjadi cara kreatif mengembalikan sampah ke negara dalam bentuk pajak.
Sementara itu, Ketua RT 36 RW 07 Kelurahan Badean Rahmat Hidayat menuturkan pengelolaan sampah di lingkungannya sudah berjalan setahun terakhir. Tak hanya untuk bayar pajak, sambungnya, sampah organik juga diolah menjadi produk bernilai tambah.
“Sampah organik kami kelola menjadi pupuk organik cair (POC) seharga Rp15.000 per botol ukuran 500 mililiter dan lilin aromaterapi seharga Rp20.000. Lilin aromaterapi ini bahkan sudah dibeli hotel-hotel di Bondowoso,” ujarnya.
Rahmat menambahkan sebagian pupuk organik juga dipakai oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) perumahan untuk merawat pepaya, sayuran, dan tanaman lain. Dia menyebut edukasi pengelolaan sampah pun mulai dikenalkan kepada anak-anak.
Dia juga berharap pemerintah daerah dapat ikut mendukung dalam bentuk edukasi, pelatihan, serta fasilitas tempat pengelolaan. Sebab, kegiatan bank sampah masih memanfaatkan rumah warga sebagai tempat operasional.
“Awalnya bukan soal produksi, tetapi membiasakan masyarakat untuk mengelola sampahnya sendiri. Harapannya, warga bisa mandiri pangan, pupuk, dan pengelolaan sampah dari hulu ke hilir,” katanya seperti dilansir kilasjatim.com/.
Sumber : news.ddtc.co.id
Leave a Reply